Mengenal Anwar Ibrahim, Perdana Menteri Malaysia Terpilih yang Pernah Mendekam di Bui

Ilustrasi Anwar Ibrahim, perdana menteri keempat Malaysia dalam beberapa tahun (Design by @kenzz.design)

ANDALPOST.COM – Butuh waktu lima hari usai pemilihan umum (pemilu) hingga akhirnya mengetahui siapa yang akan memimpin negara Malaysia.

Nama Anwar Ibrahim lah yang berhasil menduduki kursi nomor satu di negara tersebut. Anwar resmi menjadi perdana menteri ke-10 Malaysia usai penantiannya selama puluhan tahun. Ia resmi dilantik pada Kamis (24/11/2022).

Awal Karier Politik

Lahir pada 10 Agustus 1947, Anwar Ibrahim lulus dengan gelar Sarjana Studi Melayu nan andal dari University of Malaya.

Sebagai seorang pemimpin pemuda Islam, dia ditangkap pada tahun 1974 selama protes mahasiswa untuk mendukung petani pedesaan dan menjalani hukuman 20 bulan penjara.

Pada tahun 1982 ia bergabung dengan Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) pimpinan Perdana Menteri Mahathir Mohamad, partai komponen utama dalam aliansi Barisan Nasional.

Pada tahun 1983, ia diangkat menjadi menteri kebudayaan, pemuda dan olahraga, sebelum pindah ke kementerian pertanian pada tahun 1984 dan kementerian pendidikan pada tahun 1986.

Dia kemudian menjabat sebagai menteri keuangan dari tahun 1991 hingga 1998, sekaligus memegang jabatan wakil perdana menteri dari tahun 1993. 

Namun, dia berselisih dengan Mahathir tentang bagaimana menangani krisis keuangan Asia tahun 1997.

Mendekam di Jeruji Besi

Pernah dianggap sebagai penerus Mahathir, Anwar kemudian dipecat pada 1998. Dia didakwa melakukan sodomi, sebuah kejahatan di Malaysia. Namun, Anwar menganggap isu tersebut sebagai cara untuk “menodai” karier politiknya.

Dia memimpin puluhan ribu orang dalam pawai protes di Kuala Lumpur pada 20 September 1998, tetapi ditangkap beberapa jam kemudian di rumahnya.

Seminggu kemudian, Anwar muncul di pengadilan sodomi dengan mata lebam, yang kemudian menjadi simbol partai politik yang didirikannya. Belakangan, Kapolres saat itu mengaku telah menganiaya Anwar di penjara.

Anwar divonis enam tahun penjara karena korupsi pada 1999, dengan tambahan sembilan tahun penjara untuk kasus sodomi pada 2000. Dua vonis itu berjalan berurutan.

“Orang ini tidak bisa dibiarkan menjadi pemimpin di negara seperti Malaysia,” kata Mahathir tentang Anwar dalam konferensi pers pada 1998.

Anwar dibebaskan pada tahun 2004 dan mendekam di balik jeruji besi lagi pada tahun 2015 karena kasus sodomi. 

Selama di penjara, Anwar tetap aktif sebagai pemimpin oposisi.

Dua tahun ia memimpin oposisi di balik sel dan dapat memenangkan suara populer untuk pertama kalinya meskipun tidak mendapatkan mayoritas parlemen.

Kebangkitan Politik

Anwar dan Mahathir mengesampingkan perbedaan mereka pada tahun 2018 dan setuju untuk bekerja sama guna menggulingkan partai Barisan Nasional yang berkuasa di tengah tuduhan korupsi para pemimpin.

Pemimpin Barisan Najib Razak sejak itu dipenjara karena skandal multi-miliar dolar terkait dengan dana negara 1Malaysia Development Berhad.

Setelah kemenangan mereka, Mahathir meminta pengampunan kerajaan untuk Anwar dan berjanji untuk menyerahkan kekuasaan kepadanya dalam waktu dua tahun. Sayangnya, koalisi tersebut runtuh.

Dalam pemilihan umum 2022, koalisi Pakatan Harapan (Aliansi Harapan) Anwar memenangkan kursi terbanyak, tetapi tidak mencapai mayoritas yang dibutuhkan.

Sebelum pemilihan, dia menghadapi seruan untuk mundur karena beberapa orang percaya dia telah bertahan terlalu lama.

Dalam wawancara baru-baru ini dengan Reuters, Anwar mengatakan dia tahu batasannya, ketika ditanya apakah pemilihan ini akan menjadi yang terakhir baginya.

“Apakah saya dianggap relevan atau tidak dalam beberapa tahun ke depan, itu hak rakyat yang menentukan,” ujar Anwar.

Setelah pemilihan menghasilkan kebuntuan politik dengan saingannya Perikatan Nasional juga mengklaim memiliki jumlah yang diperlukan untuk membentuk pemerintahan. Hingga akhirnya raja turun tangan untuk memecahkan kebuntuan dengan menyerukan pemerintah persatuan.

Pada 24 November, penunjukan Anwar dikonfirmasi oleh istana dan beberapa jam kemudian, dia mengambil sumpah jabatannya. (SPM/FAU)