Seperti diketahui, ketegangan meningkat di Taiwan yang diklaim China sebagai bagian dari wilayahnya. Sehingga, Beijing selalu menggunakan kekuatan guna mengendalikan Taiwan.
Pemerintah yang dipilih secara demokratis di Taipei menolak klaim Beijing dan mengatakan hanya rakyat Taiwan yang dapat memutuskan masa depannya.
Tak hanya itu, Jepang juga mengajukan keluhan diplomatik usai lima rudal balistik yang diluncurkan militer China jatuh ke zona ekonomi eksklusif negara tersebut.
Pembatasan Baru
Pada Jumat (31/3), Jepang mengumumkan pembatasan ekspor pada peralatan manufaktur semikonduktor. Langkah itu mengikuti negara sebelumnya, yakni Amerika Serikat (AS).
Namun, Qin Gang mengatakan kepada Jepang untuk tidak mengikuti langkah negara AS.
Pembatasan tersebut sejalan dengan tindakan serupa dari AS dan Belanda yang bertujuan membatasi kemampuan China untuk membuat chip andal.
Tapi, Hayashi menyebut pembatasan itu tidak ditujukan untuk negara tertentu.
Terlepas dari perbedaan tersebut, Jepang dan China sepakat untuk memulai kembali pembicaraan dengan Korea Selatan (Korsel). Kesepakatan ini menjadi pencapaian penting dalam pertemuan Hayashi dan Qin Gang.
“Kami sepakat untuk terus berkomunikasi secara erat di berbagai level, termasuk level menteri luar negeri dan kepemimpinan,” terang Hayashi.
Di sisi lain, perdana menteri (PM) Jepang, Fumio Kishida dan Presiden China, Xi Jinping bertemu di sela-sela KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik pada November tahun lalu.
Pertemuan tersebut sekaligus menjadi pertemuan pertama para petinggi negara dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.
Menteri Luar Negeri Jepang terakhir yang mengunjungi China adalah pendahulu Hayashi, Toshimitsu Motegi, pada 2019 silam, bertepatan sebelum Beijing menerapkan kontrol perbatasan pandemi COVID-19. (spm/ads)