Para cendekiawan Muslim tersebut mengunjungi Niamey dengan restu dari Presiden Nigeria Bola Tinubu, yang juga mengepalai ECOWAS.
Tinubu telah mengambil sikap tegas terhadap kudeta tersebut, kudeta keenam yang melanda negara anggota ECOWAS sejak 2020.
Blok tersebut telah memutuskan transaksi keuangan dan pasokan listrik serta menutup perbatasan dengan Niger yang terkurung daratan, memblokir impor yang sangat dibutuhkan ke salah satu negara termiskin di dunia.
Prospek intervensi militer untuk mengembalikan Bazoum telah memecah belah anggota ECOWAS dan menarik peringatan dari kekuatan asing termasuk Rusia dan Aljazair.
Tetangga Niger Mali dan Burkina Faso, juga diperintah oleh pemerintah militer yang merebut kekuasaan dalam kudeta, mengatakan intervensi akan sama saja dengan deklarasi perang terhadap mereka.
Kudeta di Niger dipandang sebagai pukulan besar bagi banyak negara Barat. Secara, Barat memandang Niamey sebagai mitra di wilayah Sahel yang dapat mereka gunakan untuk memukul mundur pemberontakan yang tumbuh oleh kelompok-kelompok yang terkait dengan al-Qaeda dan ISIL (ISIS).
Amerika Serikat dan Prancis memiliki lebih dari 2.500 personel militer di wilayah tersebut dan telah menginvestasikan ratusan juta dolar untuk bantuan militer dan pelatihan pasukan Niger. (xin/fau)