Duka para Pasien
Pasien lain dan kerabat yang mendampinginya mengatakan mereka terjebak dalam ketidakpastian, tidak bisa pulang, dan terpaksa tinggal di rumah sakit.
Imm Taha al-Farra bersama cucunya yang berusia sembilan tahun, Hala, yang menjalani operasi tulang belakang pada 7 Oktober lalu.
“Kami seharusnya kembali setelah beberapa hari,” kata Imm Taha.
“Kita tidak bisa kembali sekarang. Kami tidak tahu apa-apa. Bagaimana kita bisa kembali?” ujarnya.
Hala yang mengaku ingin menjadi dokter agar bisa merawat anak, sudah berminggu-minggu meminta pulang.
“Aku ingin Mama dan Baba,” katanya.
“Saya rindu saudara laki-laki saya Omar dan Ali,” sambung dia. Keluarga mereka tinggal di Khan Younis di Gaza selatan.
Imm Taha mengatakan keluarga keponakannya, semuanya berjumlah 16 orang, tewas dalam serangan udara Israel di rumah mereka.
Pasien lainnya, Mahdiya al-Shanti, juga telah dirawat di rumah sakit selama lebih dari sebulan.
“Saya seharusnya pulang menjelang akhir Oktober, tapi sekarang saya tidak bisa pulang karena perang,” kata perempuan berusia 20 tahun dari Gaza utara itu.
“Sulit untuk mengetahui bagaimana keadaan keluarga saya sepanjang waktu karena internet terputus dan terkadang mereka tidak dapat mengisi daya ponsel.”
“Mereka melarikan diri ke utara menuju Khan Younis, tetapi karena tidak ada tempat yang aman di Gaza, mereka seperti berpindah dari satu zona bahaya ke zona bahaya lainnya,” beber Shanti.
Ayah Mahdiya menemaninya sebagai pendamping medis. Ia juga termasuk di antara mereka yang ditangkap oleh pasukan Israel pada Kamis lalu. (spm/ads)