Menanggapi kericuhan tersebut, AS mengaku turut prihatin dan mendesak untuk melakukan kompromi guna menjaga perdamaian.
Terlebih, dalam protes massal tersebut polisi menggunakan meriam air untuk mendorong mereka kembali dari kediaman Netanyahu.
Kemudian, protes mulai mereda seiring larut malam. Hingga polisi secara paksa membubarkan kerumunan yang tersisa lantaran menolak untuk pergi.
Meski begitu, belum jelas apakah protes massal tersebut akan mempengaruhi taktik pemerintah.
Tapi, tiga menteri dikabarkan melakukan evaluasi terkait strategi mereka atas penghentian undang-undang jika Netanyahu tetap memutuskan perombakan peradilan.
Di sisi lain, selama setahun terakhir, pasukan Israel telah melakukan serangan hampir setiap hari di Tepi Barat yang didudukinya. Mengakibatkan lebih dari 250 pejuang dan warga sipil Palestina menjadi korban.
Gallant Tidak Setuju Perombakan Peradilan
Gallant menjadi anggota paling senior dari partai Likud sayap kanan Netanyahu mengatakan, tidak akan mendukung perombakan peradilan tersebut.
Bahkan, ia menyebut protes massal yang terjadi menyebabkan peningkatan jumlah cadangan militer dan berakibat pada pasukan reguler serta merusak keamanan nasional.
Terlebih, pemecatan terhadap Netanyahu juga memberikan dampak luas. Termasuk, mundurnya konsul jenderal Israel di New York.
Tak hanya itu, kepala federasi buruh Histadrut, organisasi payung bagi ratusan ribu pekerja sektor publik, mengaku heran atas keputusan Netanyahu yang memecat Gallant.
Sebelumnya, beberapa mitra koalisi sayap kanan Netanyahu telah menyerukan agar Gallant dipecat.
Namun, sejumlah anggota parlemen Likud lainnya justru mendukung seruan untuk menghentikan perombakan peradilan. (spm/ads)