ANDALPOST.COM – Pemerintah Indonesia akan melayangkan gugatan kepada perusahaan minyak dan gas (Migas) asal Thailand, Jumat (25/11/2022).
Yakni, PTT Exploration and Production (PTTEP) senilai Rp23 Triliun, akibat kerusakan perairan dan ekosistem laut karena tumpahan minyak di Montara.
Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia, Alue Dohong menegaskan bahwa gugatan lanjutan ini akan diajukan semester depan.
Diketahui, sebagai tindak lanjut upaya hukum yang sempat disampaikan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tahun 2018 lalu.
Saat ini, pemerintah sedang mengumpulkan data-data sebagai bahan pendukung untuk memenangkan gugatan tersebut.
“Hasil kalkulasi kita dulu, kerugian estimasi Rp23 triliun. Yang kedua, biaya pemulihannya, kerusakan lingkungannya estimasi kita dulu Rp4,4 triliun,” kata Alue, melalui siaran pers.
Menang Gugatan atas PTT Exploration and Production
Dilaporkan, kasus tumpahan minyak Montara oleh Migas Thailand ini, terjadi pada 21 Agustus 2009 dan berlangsung selama 74 hari di sekitar laut Timor. Minyak ini, diduga mencemari perairan laut Timur Indonesia.
Sementara, Pengadilan Federal Australia di Sydney, memenangkan gugatan kepada 15.481 petani rumput laut dan nelayan di NTT pada 19 Maret 2021.
Pada pengadilan tersebut, David Yates, seorang juri federal, mengatakan tumpahan minyak tersebut bersumber dari PTTEP Australasia. Serta, menyebabkan kematian dan kerusakan mata pencaharian para petani dan nelayan di sana.
Lalu, untuk putusan pengadilan yang kedua, di tanggal 25 Oktober 2021, memenangkan perwakilan petani rumput laut NTT terhadap PTTEP.
Ditambah juga, menang hasil negosiasi pada tanggal 16 September 2022, terkait gugatan Class Action terhadap kasus tumpahan minyak Montara pada 2009.
Klarifikasi Menko Bidang Kemaritiman RI
Alhasil, menanggapi kasus terkait, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman Republik Indonesia, Luhut Binsar Pandjaitan memberikan komentar.
“Untuk tindak lanjut ke depan, kami tetap mendorong adanya Peraturan Presiden untuk menyelesaikan permasalahan ini. Mengingat ini baru dua kabupaten yang terselesaikan, masih ada 11 kabupaten yang belum terselesaikan,” ujar Menko Luhut.
“Di samping itu, kami melihat dari isu kerusakan lingkungan cukup besar. Oleh karena itu perlu kita selesaikan lewat Peraturan Presiden sebagai payungnya,” sambungnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.