Terima Notifikasi Berita Terkini. 👉 Join Telegram Channel.

Pemungutan Suara Parlemen Baru di Nepal Diwarnai Frustasi dan Ketidakpuasan

Ilustrasi warga Nepal sedang memegang bendera | Sumber: Himalayanglacier

ANDALPOST.COM – Para pemilih di Nepal memberikan suara mereka untuk parlemen baru, Minggu (20/11/2022). Sayangnya pemilihan tersebut justru didominasi oleh frustasi publik terhadap elit politik Republik Himalaya.

Selain itu, publik juga cemas mengenai perekonomian yang kian menurun.

Diketahui, sebagian besar elit politik tersebut hanya menjabat kurang dari setahun.

Ditambah dengan, budaya jual beli kuda di negara itu, yang memicu timbulnya persepsi bahwa pemerintah tidak serius dalam menyelesaikan masalah.

Beberapa wajah muda, bersaing untuk pertama kalinya, melawan partai-partai yang para pemimpinnya telah melangkah di koridor kekuasaan selama beberapa dekade.

Meskipun, para analis memperkirakan para veteran politik Nepal akan kembali mendominasi majelis berikutnya. Banyak pemilih telah kehilangan kepercayaan, dan nampak suasana perubahan terlihat jelas.

“Setiap pihak bergiliran dalam pemerintahan selama lima tahun terakhir dan mereka tidak melakukan apa-apa,” kata Chiranjib Dawadi, seorang pengemudi perdagangan, dikutip dari AFP, Minggu (20/11/2022).

“Keluarga saya telah memutuskan untuk memilih partai baru kali ini. Tidak apa-apa meskipun mereka tidak menjaga kami. Partai lama juga tidak,” sambungnya.

Ketidakstabilan Politik Nepal

Diketahui, pemungutan suara pada hari Minggu kemarin merupakan kedua kali, sejak konstitusi baru diumumkan pada tahun 2015 lalu.

Terjadinya perombakan tersebut, mengantarkan tatanan politik baru usai berakhirnya pemberontakan yang traumatis di Nepal.

Seperti diketahui, perang saudara di Nepal berakhir pada tahun 2006 silam dan telah merenggut lebih dari 17.000 nyawa.

Hal ini, mendorong penghapusan monarki negara sekaligus membawa mantan pemberontak ke dalam pangkuan pemerintah.

Sejak itu, mantan gerilyawan berganti kekuasaan dengan partai komunis lain dan mendirikan kongres dalam berbagai koalisi.

Tetapi, ketidakstabilan politik telah menjadi fitur berulang dari parlemen Nepal. Serta, tidak ada perdana menteri yang menjabat penuh sejak perang berakhir. 

Tindakan penyeimbangan yang konstan, telah membuat pemerintah dari berbagai garis berjuang untuk mengatasi persaingan tradisional antara dua tetangga Nepal.

Yakni, China dan India, di saat kekhawatiran Barat meningkat dengan proyek besar yang didanai China di negara Nepal.

Permainan Politik yang Sama

Diketahui, Perdana Menteri, Sher Bahadur Deuba (76), menjabat untuk kelima kalinya.

Lalu, dua pemimpin partai utama lainnya berusia 70 dan 67 tahun, dan keduanya menjabat sebagai perdana menteri selama dua kali berturut-turut. 

Ketidakpuasan publik, terhadap ketiganya telah meningkat dengan ekonomi yang masih lesu akibat pandemi.

Selain itu, pandemi juga menghancurkan industri pariwisata, dan mengeringkan pengiriman uang dari sejumlah besar warga Nepal yang bekerja di luar negeri.

Alhasil, inflasi pun melonjak dan pemerintah telah melarang impor beberapa barang. Termasuk, minuman keras asing dan pesawat televisi untuk menopang cadangan devisa yang semakin menipis.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.