Memasuki Kerumitan di Twitter
Di sisi lain, suatu kelompok Hak Asasi Manusia, juga prihatin dengan potensi lonjakan ujaran kebencian, dengan hilangnya tim spesialis hak dan etika.
Ditambah pula, laporan pemotongan besar-besaran di kantor pusat regional termasuk di Asia dan Afrika.
“Saya hanya merasa tidak aman di Twitter akhir-akhir ini,” kata Davy Tsopo, penjual roti di Johannesburg.
Padahal sebelumnya, usaha rotinya juga dilakukan secara daring dan melejit selama pandemi.
“Setiap kali saya masuk, saya merasa memasuki hutan belantara,” kata Tsopo, seorang warga Zimbabwe.
Diketahui, menurut Tsopo, kebencian terhadap warga negara asing di Afrika Selatan kian meningkat.
Tsopo mengatakan, dia lebih memilih untuk terus berjualan di platform lain seperti Facebook, WhatsApp, dan Instagram.
Terlebih, kemungkinan munculnya kembali pembayaran akun centang biru di Twitter sebesar Rp125 ribu akan menjadi pukulan besar bagi bisnis mikro. (spm/fau)