ANDALPOST.COM — Tim penyelamat bekerja sepanjang waktu untuk mencoba menyelamatkan ribuan orang yang masih terkubur setelah gempa bumi dahsyat melanda provinsi Herat di Afghanistan, Selasa (10/10/2023).
Petugas penyelamat dan relawan bekerja sepanjang waktu untuk mencoba menggali korban selamat dan jenazah dari reruntuhan desa yang paling parah terkena dampaknya. 48 jam setelah gempa berkekuatan 6,3 skala Richter melanda pada Sabtu (7/10/2023).
Kementerian Kesehatan Masyarakat Taliban melaporkan lebih dari 2.500 orang dipastikan tewas di 21 desa, tetapi dikhawatirkan akan ada lebih banyak lagi korban jiwa.
“Operasi pencarian dan penyelamatan masih berlangsung, dan jumlah pasti korban serta rumah, bangunan, dan bangunan yang hancur masih belum sepenuhnya dapat dikonfirmasi,” kata seorang pejabat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Menurut Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA), sebanyak 100 persen hancur di distrik Zandehjan lantaran menjadi pusat gempa.
Badan tersebut melaporkan 1.023 orang tewas dan 1.663 orang terluka di distrik tersebut.
Tetapi, organisasi dan pekerja bantuan di ibu kota wilayah Herat mengatakan jumlah korban justru sebenarnya jauh lebih tinggi.
“Kami sudah tidak bisa menghitung lagi,” kata salah satu relawan penyelamat.
“Selalu ada perbedaan ketika mengeluarkan angka untuk peristiwa sebesar ini karena verifikasinya sulit dilakukan. Namun kami yakin jumlahnya akan meningkat secara dramatis seiring kami menyelamatkan mereka yang masih terjebak,” kata Necephor Mghendi, kepala delegasi Federasi Internasional Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC).
Lambatnya Upaya Penyelamatan
Upaya untuk menemukan korban selamat terus berlanjut selama dua hari terakhir. Meskipun tantangan semakin berat, termasuk seringnya terjadi gempa susulan.
“Tantangan geografis di daerah terpencil dan gempa susulan yang terus menerus menghambat operasi ini,” kata juru bicara WHO.
“Petugas penyelamat menggunakan barang sehari-hari untuk menggali korban. Mereka tidak memiliki peralatan canggih dan hal ini memperlambat upaya tersebut,” imbuhnya.
Namun, bagi salah satu penyintas bernama Ahmad (50), penundaan serta lambatnya penyelamatan justru akan memberikan dampak bagi para korban.
“Kami kehilangan hampir segalanya. Ayah saya meninggal dan istri saya terluka. Kami menariknya keluar dari puing-puing dengan tangan kami. Salah satu anak saya juga terluka dan membutuhkan bantuan medis,” beber Ahmad.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.