Ia menyebut pemboman yang disengaja terhadap toko roti telah membuat orang mengantri selama enam atau tujuh jam hanya untuk mendapatkan sekantong roti.
“Ada indikasi mekanisme penanggulangan yang negatif akibat kelangkaan pangan, termasuk melewatkan atau mengurangi waktu makan dan menggunakan metode yang tidak aman dan tidak sehat untuk membuat api,” demikian laporan Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA).
“Orang-orang dilaporkan beralih ke pola makan yang tidak lazim, seperti mengonsumsi kombinasi bawang mentah dan terong mentah,” sambungnya.
Bantuan Sulit Masuk
Sejak Israel memberlakukan blokade total terhadap Jalur Gaza pada tanggal 7 Oktober, konvoi bantuan hampir tidak dapat masuk, yang berarti mereka hanya dapat menyediakan setetes air.
Padahal, 2,3 juta penduduk di sana membutuhkan lebih banyak bahan makanan.
Sebanyak 91 truk yang membawa bantuan masuk dari Mesir pada 14 November, sehingga jumlah truk yang memasuki Gaza sejak 21 Oktober hanya 1.187 truk.
Sebelum perang dimulai, rata-rata 500 truk memasuki Jalur Gaza setiap hari.
Meskipun jumlah bahan bakar yang diperbolehkan masuk pada hari Rabu untuk pertama kalinya sejak 7 Oktober terbatas.
Pihak berwenang Israel mengatakan bahan bakar tersebut akan digunakan secara eksklusif untuk truk yang mendistribusikan bantuan kemanusiaan ke tempat penampungan, klinik dan penerima manfaat lainnya.
Penggunaan lainnya, misalnya untuk pengoperasian generator di rumah sakit atau fasilitas air dan sanitasi, dilarang.
Selain itu, pengiriman bantuan ke wilayah utara menjadi mustahil karena sebagian besar akses telah terputus.
Persediaan makanan yang terbatas didistribusikan terutama kepada para pengungsi dan keluarga angkat di Jalur Gaza bagian selatan
Namun, hanya tepung yang disediakan untuk toko roti di Jalur selatan. Sementara pengangkutan makanan apa pun ke Kota Gaza dan bagian utaranya tidak diizinkan oleh Israel.
Menurut kelompok advokasi Euro-Mediterania Human Rights Monitor, Israel telah secara tajam meningkatkan krisis perang kelaparan terhadap warga sipil di Jalur Gaza sebagai alat penakluk.
Sebelum perang Israel, 70 persen anak-anak di Jalur Gaza sudah menderita berbagai masalah kesehatan termasuk kekurangan gizi, anemia, dan lemahnya kekebalan tubuh.
Jumlah ini meningkat hingga lebih dari 90 persen akibat pemboman Israel, kata Pemantau Hak Asasi Manusia Euro-Mediterania. (spm/ads)