Pihak rumah sakit mengatakan mereka telah menerima dukungan dari orang-orang yang tinggal di sekitarnya. Mereka juga mendapatkan makanan serta persediaan dasar untuk pasien meski dalam jumlah terbatas.
“Bekerja di rumah sakit, kami hampir tidak punya waktu untuk makan pada hari biasa, jadi hal tersebut jelas bukan prioritas kami saat ini,” kata perawat setempat.
Semua rumah sakit di Jalur Gaza melebihi kapasitasnya. Bahkan pasien terbaring di koridor dan jenazah harus disimpan di truk makanan atau es krim berpendingin.
Para jenazah tersebut dijajarkan di trotoar sebelum dimakamkan karena kamar mayat sangat penuh.
Kementerian Kesehatan Palestina pun telah beberapa kali mendesak masyarakat internasional untuk melakukan intervensi. Namun, tidak ada tanggapan atau bantuan yang datang.
“Kami berupaya semaksimal mungkin, namun terdapat kekurangan yang besar, terutama di ruang gawat darurat, yang merupakan lini pertama kami dalam merespons orang yang datang. Kadang-kadang kami berada di garis antara hidup dan mati,” beber al-Shorafa.
“Kami bekerja sangat keras. Kami benar-benar melakukan segala yang kami bisa, namun terkadang seorang pasien akan meninggal, rasanya begitu banyak orang meninggal setiap hari sejak awal perang ini.”
“Ini sangat sulit, kami merasa benar-benar tidak berdaya,” katanya saat air mata mengalir perlahan di pipinya yang kelelahan. (spm/ads)