Sementara itu, pengamat menilai Marcos cerdas dalam penyusunan retorika sehingga menunjang pemerintahannya yang masih terlihat biasa saja dalam persepsi publik. Berbeda dengan Duterte yang memiliki kesan kasar.
“Kami sekarang memiliki seorang presiden yang lebih seperti negarawan, yang tahu bagaimana menyampaikan pidato dengan cara kepresidenan,” Joyce Ilas, co-convenor dari kelompok advokasi Democracy Watch Philippines.
Tak heran jika kepercayaan publik terhadap Marcos cukup tinggi dengan persentase sebesar 82 persen dalam jajak pendapat. Meskipun sejumlah masalah ekonomi di Filipina masih belum terselesaikan.
Janji Kampanye Belum Terealisasi
Masalah inflasi seperti yang dikatakan Marcos, telah menjadi bencana terbesar di tahun pertamanya menjabat.
Sehingga jajak pendapat menunjukkan bahwa inflasi juga menjadi perhatian utama sebagian besar orang Filipina. Diikuti oleh upah rendah, pengangguran, dan kemiskinan.
“Pertama-tama, inflasi seharusnya tidak mencapai 8,7 persen karena itu sangat tinggi,” JC Punongbayan, seorang ekonom dari Universitas Filipina.
“Inflasi yang melambat berarti masih ada inflasi, harga pangan masih naik,” ujarnya.
Dengan harga lebih dari Rp 11 ribu per kilogram beras sebagai bahan pokok, inflasi masih terlihat belum beres.
Padahal, Marcos berjanji akan menurunkan harga tersebut selama kampanyenya.
Sedangkan gula dijual dengan harga Rp 37 ribu per kilogramnya.
Pada Desember tahun lalu, satu kilogram bawang sebagai bahan utama dalam banyak makanan Filipina, dijual seharga Rp 220 ribu per kilogram.
Marcos, yang mengangkat dirinya sendiri sebagai sekretaris pertanian, kemudian memesan impor yang tidak tepat waktu, alhasil bersaing dengan produk lokal.
“Tampaknya tidak ada urgensi di pihak Marcos dalam mengatasi inflasi,” imbuhnya. Sehingga, Punongbayan mengklaim pemerintahan Marcos sangat malas. (spm/ads)