Terima Notifikasi Berita Terkini. 👉 Join Telegram Channel.

Produksi Obat Sirup Mematikan, Maiden Pharmaceuticals India Diklaim Bersalah

WHO telah menyarankan regulator untuk menghentikan penjualan empat sirup obat batuk buatan India. (Sumber: BBC)

ANDALPOST.COM – Komite parlemen di Gambia mengklaim Maiden Pharmaceuticals India bersalah karena memproduksi obat sirup batuk yang menyebabkan 70 kematian pada anak-anak di negara tersebut. Informasi ini disampaikan pada Rabu (21/12/2022).

Atas kasus itu, pihak Maiden Pharmaceuticals diminta pertanggungjawaban lantaran mengekspor obat sirup yang mereka sebut telah terkontaminasi.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan peringatan andal pada bulan Oktober yang menyarankan regulator menghentikan penjualan obat sirup untuk anak. Namun, Maiden Pharmaceuticals dengan tegas menyangkal tuduhan tersebut.

Laboratorium pemerintah di India menjelaskan bahwa hasil tes obat sirup itu memenuhi spesifikasi. Alhasil, seorang pejabat India menegaskan bahwa WHO sangat ‘lancang’ karena menyalahkan sirup sebagai pemicu kematian anak-anak di Gambia.

Meski dibilang ‘lancang’, WHO menyebut pihaknya hanya mengikuti tugas serta berpegang teguh pada prinsip yang telah mereka keluarkan.

Setelah penyelidikan berminggu-minggu, komite parlemen Gambia merekomendasikan agar pihak berwenang mengambil tindakan tegas, termasuk melarang semua produk Farmasi Maiden di negara itu. Ia juga menyarankan untuk menindak hukum perusahaan tersebut.

Panitia Gambia meyakini Maiden Pharmaceuticals bersalah dan harus bertanggung jawab karena telah mengekspor obat sirup yang terkontaminasi.

“Temuan tetap sama dengan laporan sebelumnya yang menunjukkan Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup dan Magrip N Cold Syrup terkontaminasi dengan diethylene glycol dan ethylene glycol,” kata komite parlemen dalam laporannya.

Diketahui, diethylene glycol dan ethylene glycol merupakan zat beracun bagi manusia dan bisa berakibat fatal jika dikonsumsi.

Lebih lanjut, komite parlemen tersebut masih terus melakukan penyelidikan guna mengetahui penyebab pasti kematian anak-anak Gambia itu.

Mereka juga ingin Badan Pengawasan Obat untuk memastikan semua obat yang diimpor ke negara itu terdaftar dengan benar. Mereka perlu melakukan pemeriksaan latar belakang pada produsen obat, termasuk mengunjungi tempat produksi.

Komite Parlemen Gambai juga menjelaskan bahwa perawatan kesehatan di negara tersebut dinilai kurang. Mereka mendesak pemerintah untuk menyediakan obat-obatan berkualitas baik untuk disalurkan ke rumah sakit di negara tersebut.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Pada akhir Juli, Gambia mendeteksi peningkatan kasus cedera ginjal akut pada anak di bawah usia lima tahun. Pemerintah kemudian mengatakan sekitar 69 anak meninggal akibat penyakit tersebut.

Setelah berita tersebut tersiar pada bulan Oktober lalu, negara India mengatakan tengah menyelidiki produk obat sirup yang diduga menjadi penyebab cedera ginjal akut.

Pemerintah India juga memerintahkan Maiden Pharmaceuticals untuk menghentikan produksi di pabrik utamanya di negara bagian utara Haryana.

Pada 13 Desember, jenderal pengawas obat-obatan India Dr. VG Somani mengirimkan surat kepada WHO. Surat tersebut berisi keterangan bahwa sampel yang diuji di laboratorium pemerintah dipastikan tidak terkontaminasi dengan senyawa beracun.

“Sesuai laporan pengujian yang diterima dari laboratorium pemerintah, semua sampel kontrol dari empat produk telah memenuhi spesifikasi,” ungkap Somani.

Sementara itu, seorang penasihat senior kementerian informasi dan penyiaran India, Kanchan Gupta, menyebut bahwa pernyataan dari WHO tidak benar. Mereka dinilai salah karena menyalahkan sirup obat batuk atas kematian anak-anak di Gambia.

“Pemeriksaan, pengujian, dan studi selanjutnya oleh badan-badan pemerintah India dan tim teknis telah menunjukkan bahwa pernyataan lancang WHO tidak benar,” beber Gupta.

Seperti diketahui, negara India memang memproduksi sepertiga obat di dunia. Sebagian besar dalam bentuk obat generik.

India juga dikenal sebagai “farmasi dunia” karena perusahaan farmasi di negara ini bertumbuh dengan cepat. Hasil produksi obat-obatannya pun dikirim ke beberapa negara dan sebagian besar memenuhi kebutuhan medis di Afrika.

(SPM/MIC)