Sementara itu, Pemerintah pro-demokrasi Myanmar di pengasingan serta Pemerintah Persatuan Nasional murka atas serangan tersebut.
Mereka mengklaim, bahwa kejadian itu merupakan contoh lain dari penggunaan kekuatan ekstrim militer yang membabi buta terhadap warga sipil.
Insiden hari Selasa (11/4), menjadi salah satu serangan paling mematikan di antara serangkaian serangan udara sejak sebuah jet menyerang konser pada bulan Oktober 2022.
Dalam tragedi itu, sebanyak 50 warga sipil, penyanyi lokal, dan anggota kelompok etnis minoritas meninggal dunia.
Jutaan Orang Mengungsi
Pada tanggal 1 Februari 2021, militer menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi yang memicu aksi protes.
Tak hanya menyebabkan aksi protes, penggulingan tersebut juga menyebabkan lonjakan kasus kekerasan.
Sehingga, pakar PBB menyebutnya sebagai perang saudara.
Lantaran itulah, lebih dari satu juta orang telah mengungsi karena militer meningkatkan serangan artileri dan serangan udara.
Negara-negara Barat telah menjatuhkan sanksi terhadap para jenderal yang berkuasa.
Tujuan dari sanksi tersebut untuk menghentikan pendapatan serta akses ke peralatan militer dari sekutu dan pemasok utama, termasuk Rusia.
Namun, seorang juru bicara utusan khusus PBB untuk Myanmar mengatakan, lembaga tengah memverifikasi laporan serangan yang terjadi pada Selasa (11/4). (spm/ads)