Duka
Di sebuah pos bantuan dekat perbatasan, seorang wanita yang menggendong seorang anak berusia satu tahun bernama Avi mengatakan kakeknya telah terbunuh. Lalu ayahnya terluka parah dalam ledakan depot bahan bakar.
Mereka semua berencana untuk melarikan diri ke Armenia bersama-sama, kata wanita tersebut.
Ia duduk dengan anak itu menatap lurus ke depan ketika para sukarelawan membawakannya popok. Juga beberapa makanan yang dibutuhkan ke dalam minibus menuju Goris.
“Kakeknya meninggal hari ini,” kata kerabatnya.
“Ayahnya akan segera meninggal, dia terluka parah akibat ledakan,” tambah sang kerabat.
Di dekatnya, Grigory, seorang pria dari desa yang sama yang menjadi sukarelawan di titik bantuan sejak perbatasan dibuka pada hari Minggu (24/9/2023).
“Ini adalah desa yang besar tapi saya mengenal semua orang. Semua nyawa orang Armenia penting,” terang lelaki itu.
Pasukan lokal Armenia meletakkan senjata mereka setelah serangan 24 jam Azerbaijan pekan lalu.
Tak hanya itu, mereka juga memulai pembicaraan yang bertujuan untuk mengintegrasikan kembali wilayah Nagorno-Karabakh. Setelah tiga dekade berada di bawah pemerintahan lokal Armenia.
Pejabat Armenia dan banyak pengungsi pun menuduh Azerbaijan melancarkan kampanye pembersihan etnis. Lalu menggunakan blokade dan perang selama 10 bulan untuk mengusir penduduk etnis Armenia keluar dari wilayah tersebut dengan menggunakan kekerasan dan paksaan.
Sementara Samantha Power, kepala Badan Pembangunan Internasional AS (USAid), tidak secara langsung menjawab pertanyaan pada hari Selasa. Apakah tindakan Azerbaijan merupakan pembersihan etnis.
Berdiri di sebuah stasiun bantuan kemanusiaan dekat perbatasan Armenia, ia meminta Azerbaijan untuk mengizinkan akses bagi organisasi internasional ke Nagorno-Karabakh.
“Kami sudah mendengar cerita dari para saksi tentang kekerasan, perampasan, ketakutan terhadap pemerintah Azerbaijan. Fokus kami adalah mendukung kelompok paling rentan untuk keluar dengan aman jika mereka mau,” kata Samantha. (spm/ads)