“Setiap ‘rencana perdamaian’ dengan gencatan senjata saja sebagai hasilnya, garis batas baru dan melanjutkan pendudukan wilayah Ukraina bukanlah tentang perdamaian, tetapi tentang membekukan perang, kekalahan Ukraina, dan tahap selanjutnya dari genosida Rusia,” tulis Podolyak melalui akun Twitternya, Jumat (24/2).
“Posisi Ukraina diketahui, penarikan pasukan Rusia ke perbatasan tahun 1991,” imbuhnya.
Senada dengan Podolyak, Wakil Menteri Luar Negeri Ukraina, Emine Dzhaparova juga mengatakan, negaranya menyambut baik proposal China untuk menengahi perang antara Kyiv dan Moskow.
“Kami menyambut inisiatif apa pun yang sebenarnya ditujukan untuk menemukan perdamaian dan menyelesaikan perang,” terang Dzhaparova.
“Kami adalah negara yang paling tertarik untuk memiliki kedamaian apa pun karena kami telah menderita di neraka ini selama setahun.”
“Dokumen yang kami terima menjelaskan posisi politik China tentang perang. Kami akan mempelajarinya secara menyeluruh,” imbuh dia.
Reaksi Sekutu Barat
Menanggapi proposal berisi 12 poin tersebut, Barat justru merasa kecewa karena China tidak bersikap netral serta tidak mengecam aksi keji Rusia terhadap Ukraina.
Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg mengklaim China tidak dalam posisi yang baik untuk merundingkan diakhirinya perang.
“China tidak memiliki banyak kredibilitas karena mereka tidak dapat mengutuk invasi ilegal ke Ukraina,” beber Jens.
Terlebih, China juga telah menandatangani perjanjian dengan presiden Rusia Vladimir Putin beberapa hari sebelum invasi.
Sementara itu, seorang juru bicara pemerintah Jerman mencatat elemen-elemen penting. Seperti seruan untuk penarikan pasukan Rusia, hilang dari proposal tersebut.
“Penting bahwa China sekarang mendiskusikan ide-ide ini secara langsung dengan Ukraina, karena ini adalah satu-satunya cara untuk menemukan solusi seimbang yang mempertimbangkan kepentingan sah Ukraina,” kata juru bicara itu. (spm/ads)