ANDALPOST.COM – Kementerian Pertahanan Jepang (MoD), dan JSDF (Japanese Self Defense Force) berencana untuk meningkatkan personil pasukan keamanan siber negara, dalam rangka melawan serangan siber, Selasa (11/07/2023).
Diketahui, pemerintah Jepang, khususnya pihak kementerian pertahanan melihat adanya keperluan untuk meningkatkan kapabilitas dan jumlah personil keamanan siber.
Alhasil, jumlah personil pasukan Jepang (SDF) harus dapat ditingkatkan dalam rangka menghadapi serangan siber.
Khususnya, serangan oleh militer asing dalam mengambil informasi rahasia negara dan melumpuhkan sistem-sistem infrastruktur Jepang.
Kondisi Keamanan Siber SDF dan Ancaman
Melalui laporan The Japan Times, pihak kementerian pertahanan bersama dengan SDF berencana untuk memperluas sekolah sinyal. Yakni, milik GSDF (Ground Self-Defense Force), yang merupakan pasukan angkatan darat Jepang di Yokosuka.
“Dalam rangka menghalangi serangan siber, GSDF akan mengamankan sumber daya manusia. Yang, mampu mengambil tindakan pertahanan siber yang proaktif,” ungkap pejabat-pejabat pemerintah.
Menurut pihak kementerian pertahanan, unit-unit siber SDF sampai akhir bulan Maret 2023, hanya memiliki sekitar 890 personil.
Atas hal tersebut, Jepang dilihat ‘tertinggal’ dalam perkembangan kapabilitas dalam melawan serangan siber dari negara-negara lain.
Contohnya, berdasarkan laporan, pasukan unit siber Amerika Serikat terindikasi sebanyak 6.200 personil. Lalu, untuk Korea Utara sendiri memiliki sekitar 6.800 personil, dan China dengan estimasi 30.000 personil.
Lalu, untuk ancaman serangan siber sendiri, seperti yang diketahui Rusia pada Februari 2022 lalu melakukan serangan ke Ukraina.
Pada saat itu, dilaporkan sebelum terjadinya serangan, pasukan siber Rusia diduga melakukan serangan siber terhadap institusi-institusi pemerintah Ukraina. Menghasilkan kekacauan dan kebingungan.
Alhasil, terkait itu, seorang pejabat pemerintah Jepang mengungkap bahayanya suatu serangan siber, khususnya jika serangan itu diarahkan pada sistem infrastruktur negara.
“Serangan-serangan pada infrastruktur penting, yang merupakan fondasi dari aktivitas organisasi-organisasi militer, dan pada rantai pasokan sektor swasta. Yang dipercaya, rentan terhadap serangan siber, menghasilkan kerusakan yang serius,” ungkap pejabat pemerintah itu.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.