Terima Notifikasi Berita Terkini. 👉 Join Telegram Channel.

Singapura Mengesahkan UU Pemblokiran Konten Berbahaya di Situs Media Sosial

Ilustrasi orang menjelajah di situs media sosial (Foto: Pixabay)

ANDALPOST.COM – Singapura mengesahkan undang-undang (UU) pemblokiran akses konten berbahaya dalam beberapa jam yang ada situs di media sosial.

Pengesahan UU tersebut guna memperkuat keamanan online yang lebih andal. Parlemen resmi mengesahkan UU itu, Rabu (9/11/2022).

Jika platform online menolak menghapus konten berbahaya, Infocomm Media Development Authority (IMDA), dapat mengeluarkan arahan kepada penyedia layanan akses Internet untuk memblokir akses oleh pengguna di Singapura.

Pertama kali diajukan pada 3 Oktober lalu, RUU Keamanan Online (Amandemen Lain-lain) memberdayakan IMDA. Khususnya, untuk menangani konten online berbahaya yang dapat diakses oleh pengguna Singapura, di mana pun konten tersebut diposting. 

Saat ini, Undang-Undang Penyiaran Singapura tidak mencakup entitas yang beroperasi di luar negeri.

Implikasi Kondisi UU

Selama debat penetapan UU itu yang berlangsung, hampir 20 Anggota Parlemen (MP) dari kedua sisi DPR berbicara tentang meningkatnya prevalensi konten online berbahaya.

Dengan beberapa menyerukan lebih banyak perlindungan untuk melindungi pengguna yang sangat rentan, seperti anak-anak.

Anggota parlemen juga mengajukan pertanyaan tentang bagaimana pihak berwenang akan menentukan konten “berbahaya”. Serta, mengapa pesan pribadi tidak diatur di bawah undang-undang baru.

Beberapa juga menyarankan untuk memperkenalkan “waktu layar wajib” untuk anak kecil.

“Waktu layar yang berlebihan telah dikaitkan dengan hasil pembangunan yang buruk, dan kita harus memastikan bahwa anak-anak kita tidak terjerat dalam spiral yang tidak pernah berakhir dari menggulirkan konten media sosial tanpa berpikir,” kata anggota parlemen Melvin Yong, dilansir oleh CNA.

Anggota parlemen lain, yakni Louis Ng juga mempertanyakan apakah layanan media sosial yang dicakup oleh undang-undang tersebut juga mencakup platform online.

Seperti, “bisnis intinya bukan media sosial”, termasuk situs e-commerce dan game online, dan komunitas semi-pribadi seperti Discord dan Telegram.

Tanggapan Menteri Informasi akan UU Media Sosial Singapura

Menanggapi sejumlah pertanyaan yang muncul tersebut, dalam pidato penutupannya, Menteri Komunikasi dan Informasi Josephine Teo mengatakan, jika RUU itu bisa menjadi berat.

Hal tersebut akan berdampak pada tidak fokusnya dan tidak efektif, jika mencakup terlalu banyak jenis platform.

“Pendekatan kami adalah untuk mengidentifikasi dan menangani area spesifik dari bahaya dengan cara yang ditargetkan. Mengenai apakah undang-undang tersebut akan dikonsolidasikan nanti, itu masih harus dilihat,” jelas Josephine.

“Saat ini, lebih penting bagi kami untuk membuat undang-undang yang efektif. mengatasi dan memerangi bahaya masing-masing,” lanjut Josephine.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.