Sumber Uni Eropa, yang tidak ingin disebutkan namanya, mengatakan surat itu kemungkinan tidak akan mengubah kebijakan Uni Eropa.
“Tetapi ini menunjukkan kesenjangan yang semakin besar antara banyak anggota staf yang ingin melihat hukum internasional diterapkan di seluruh dunia,” bebernya.
Sementara Von der Leyen, presiden Komisi Eropa, saat ini berada di AS untuk menghadiri KTT UE-AS.
“Kami mendukung perdamaian dan kemakmuran. Mendukung Ukraina dalam perjuangannya untuk kebebasan. Berdiri di sisi Israel dan menangani kebutuhan kemanusiaan di wilayah tersebut,” katanya.
Layaknya Ukraina
Sumber kedua di Uni Eropa mengatakan perbedaan pendapat meningkat karena tim von der Leyen nampaknya salah membaca situasi.
“Mereka, dia, dan para penasihat terdekatnya berpikir bahwa ini (perang Israel-Hamas) akan menjadi momen di Ukraina, sehingga mereka perlu mengutuk para teroris dan memenangkan argumen moral. Namun saya pikir mereka sama sekali tidak mengetahui skala penindasan yang dialami warga Palestina, dan pemahaman luas mengenai konflik tersebut karena ini merupakan reaksi kekerasan terhadap pendudukan,” kata pejabat tersebut.
“Von der Leyen masih berjuang secara moral untuk mengambil sikap”, kata pejabat itu.
“Posisinya mulai sekarang kemungkinan akan bergantung pada upaya diplomatik dalam skala global.”
“Timnya mencoba menyesuaikan lini mereka dan mengakui bahwa salah membaca situasi. Mereka mencoba untuk menulis sebuah narasi di mana masih dapat dilihat sebagai sekutu setia Israel, tetapi juga sebagai kekuatan diplomatik di kawasan, sambil berusaha mempertahankan kredibilitas dalam menghadapi perang Ukraina,” jelasnya. (spm/ads)