“45 persen pelamar suaka di UE menerima suaka,” kata diplomat Brussels.
“Sisanya seharusnya pulang, tetapi dalam praktiknya itu tidak terjadi karena negara mereka tidak mau menerima lagi. Sembilan puluh persen dari mereka yang ditolak suaka tetap tinggal, dan itu adalah pendorong besar perdagangan ilegal,” imbuhnya.
Solidaritas
Kesepakatan awal bulan ini masih sangat penting karena menyelesaikan ketegangan selama bertahun-tahun antara negara-negara yang menyerap arus migrasi melintasi perbatasan selatan dan timur UE.
Di bawah aturan UE, pengungsi harus mengajukan permohonan suaka di negara UE tempat mereka pertama kali tiba.
Sementara Yunani dan negara-negara garis depan lainnya di Mediterania telah lama mencari mekanisme solidaritas. Sehingga mewajibkan negara-negara pedalaman untuk berbagi beban para pemohon suaka.
Kesepakatan atas mekanisme tersebut, yang disebut Asylum Migration Management Regulation (AMMR), merupakan keajaiban kecil mengingat gagasan tersebut ditolak sejak pertama kali diajukan oleh Juncker Commission pada Februari 2015 silam.
AMMR mengusulkan agar minimal 30.000 pencari suaka dipindahkan ke seluruh UE.’
Negara dengan populasi lebih tinggi dan ekonomi lebih besar akan menyerap lebih banyak pelamar. Daripada negara dengan populasi lebih rendah dan produk domestik bruto (PDB).
Negara-negara anggota, seperti Polandia, Hungaria, Czechia, Austria, Denmark dan Slovakia dapat menolak hal itu untuk mengambil bagian dalam skema awal sukarela.
Namun, mereka harus membayar Rp 329 juta untuk setiap pemohon yang mereka tolak.
Uang itu akan membayar kepulangan dan rehabilitasi pengungsi di negara ketiga yang aman. (spm/ads)