Meski Sejumlah Sanksi Dijatuhkan, Rusia Tidak Tumbang
Satu bulan usai Rusia melancarkan invasi ke Ukraina, presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden segara mengambil langkah tegas berupa sanksi terhadap mata uang rubel.
Hal itu bertujuan agar Rusia menghentikan perang dan berdamai dengan Ukraina.
Namun, hingga kini Rusia justru kian melancarkan serangan brutal terhadap Ukraina. Padahal, Rusia menjadi negara dengan sanksi paling berat di dunia.
Awalnya, mata uang rubel mengalami penurunan signifikan, tetapi mendekati peringatan satu tahun invasi, justru sanksi AS tidak memberikan pukulan terhadap Rusia.
Rubel diperdagangkan di sekitar tingkat 75 per dolar pada minggu-minggu sebelum perang terjadi.
Sementara itu, ekonomi Rusia menyusut 2,2 persen pada tahun lalu.
Berdasarkan Data Dana Moneter Internasional, pada tahun 2023, ekonomi Rusia diproyeksikan mengungguli Inggris dengan pertumbuhan 0,3 persen.
Sedangkan, Inggris menghadapi kontraksi 0,6 persen.
Kendati begitu, kontrol ekspor dan sanksi keuangan Barat tampaknya secara bertahap mengikis kapasitas industri Rusia. Bahkan ketika ekspor minyak dan energi lainnya tahun lalu, memungkinkan negara tersebut untuk terus mendanai perang.
Perusahaan multinasional besar Amerika seperti McDonald’s dan General Electric, juga melarikan diri dari negara tersebut sebagai bentuk kecaman atas invasi Rusia.
Wakil Menteri Keuangan A.S, Wally Adeyemo menekankan, sanksi Barat hanyalah satu dari banyaknya strategi untuk menekan Rusia.
Namun, Wally juga mengatakan, AS akan terus menyesuaikan sanksi untuk mengakali perubahan strategi Rusia.
“Ekonomi Rusia jauh lebih kecil, jauh lebih tertutup dan akan lebih terlihat seperti Venezuela, Korea Utara, dan Iran daripada seperti ekonomi utama G-7,” beber Wally.
Tapi, laporan Layanan Riset Kongres bulan Desember menarik kesimpulan, bahwa sanksi telah menciptakan tantangan bagi Rusia.
Sehingga, ekonomis Rusia masih stabil kendati menerima banyak sanksi dari Barat.
Meski begitu, negara Barat juga tidak menyerah begitu saja untuk menekan laju serangan Rusia terhadap Ukraina. (spm/ads)