Mulanya, penularan Marburg adalah melalui cairan tubuh secara langsung dari kelelawar atau primate. Jenis kelelawar yang dapat memicu virus ini yaitu Rousettus aegyptiacus.
Meskipun kelelawar tersebut bukan merupakan spesies asli Indonesia dan belum ditemukan di negara ini, tetapi Indonesia masuk jalur mobilisasi kelelawar ini.
Penyakit ini juga memiliki gejala yang hampir sama dengan malaria, tifus, dan demam berdarah yang banyak ditemukan di Indonesia.
Oleh karena itu, menurut dr. Syahril, penyakit virus Marburg memang sulit untuk dilakukan pengenalan pada tahap awal.
Adapun gejala yang muncul berupa demam tinggi, sakit kepala, nyeri otot, mual muntah, diare, dan perdarahan. Akibatnya, dapat menyebabkan hidung, gusi, vagina mengalami pendarahan. Selain itu juga mengakibatkan rasa mual dan feses yang muncul pada hari ke-5 hingga ke-7.
Untuk pengobatannya, belum ada vaksin yang tersedia di dunia tetapi masih dalam prosedur pengembangan. Baru ada dua vaksin yang masih dalam masa pengujian secara klinis fase 1 yakni vaksin strain Sabin dan vaksin Janssen.
‘’Belum ada obat khusus, pengobatan bersifat simtomatik dan suportif, yaitu mengobati komplikasi dan menjaga keseimbangan cairan serta elektrolit,’’ jelas Juru Bicara Kemenkes RI itu. (rnh/fau)