ANDALPOST.COM – Kemarau panjang yang melanda Kenya, mendorong warganya untuk bertahan hidup dengan beralih ke cara tradisional.
Salah seorang pengajar sekolah Kenya, Simon Ewoi (37) memiliki atap yang terbuat dari lembaran besi di rumahnya, merupakan suatu kebanggaan tersendiri.
Hal itu juga diartikan sebagai simbol kemakmuran di sebuah desa, yang justru banyak menggunakan rumput ilalang sebagai atap rumah mereka.
Namun, sekitar satu dekade usai Ewoi membangun rumahnya di daerah Turkana, baru-baru ini ia justru membangun sebuah bangunan baru di kompleks tersebut. Diketahui, menggunakan rumput sebagai atap.
Diduga, cara itu dilakukan Ewoi untuk mengatasi kenaikan suhu yang dipicu perubahan iklim.
“Secara tradisional, rumah jerami lebih sejuk daripada rumah beratap besi,” kata Ewoi, dikutip dari Context, Jumat (25/11/2022).
“Sangat perlu untuk memiliki rumah tambahan ini, untuk berlindung dari panas yang meningkat,” tambahnya.
Kondisi Iklim Kenya
Suhu di Kenya telah meningkat 0,3 derajat Celcius per dekade sejak 1985, dan sebuah laporan tahun lalu oleh badan amal, Christian Aid. Mengatakan, bahwa suhu rata-rata tahunan negara itu dapat meningkat hingga 2,5 derajat C antara tahun 2000 dan 2050.
Departemen meteorologi Kenya, mengatakan semakin banyak daerah kering.
Seperti Turkana, yang mengalami gelombang panas dengan suhu 46 C atau lebih tinggi, berlangsung selama dua atau tiga hari.
Lalu, Patricia Nyinguro, seorang ilmuwan iklim di departemen tersebut, mengatakan timnya telah mencatat gelombang panas yang terjadi.
Baik di Kenya utara yang gersang, maupun sabuk pantai negara itu. Diketahui, dalam beberapa tahun terakhir, adanya peningkatan risiko dari “guncangan iklim” semacam itu.
Alhasil, guna menahan panas yang menyengat, banyak orang di komunitas pedesaan sekarang mengganti atau menambah rumah beratap besi mereka.
Khususnya, dengan bangunan beratap rumput, daun palem atau alang-alang air.
Meskipun, ada beberapa kekhawatiran tentang kesesuaian jangka panjangnya, para ahli mengatakan pengetahuan asli tentang cara menghadapi tekanan perubahan iklim.
Termasuk, tekanan panas harus diberikan ruang dalam upaya perencanaan adaptasi.
“Terkadang ketika kita menghadapi tantangan dalam hidup, kita kembali ke cara hidup lama,” kata Fiona Mwaniki, seorang peneliti di Kilimo Media International, sebuah LSM penasehat pertanian.
“Orang-orang terpinggirkan harus puas dengan apa yang mereka miliki,” kata Mwaniki, yang telah melakukan penelitian tentang sistem adaptasi perubahan iklim asli.
Lalu, Sarah Murabula Achola, seorang peneliti Kenya dan pakar iklim di Universitas Kassel Jerman, setuju terkait adaptasi kepada iklim.
“Manfaat pengetahuan adat atau lokal tidak dapat dan tidak boleh diabaikan dalam upaya adaptasi perubahan iklim,” kata Sarah.
Panas dan Kekeringan
Tidak ada data terbaru tentang berapa banyak orang Kenya yang memiliki rumah beratap jerami.
Tetapi, survei demografi dan kesehatan pemerintah tahun 2003, menemukan bahwa sekitar 22% dari populasi memilikinya. Aktivis juga mengatakan, proporsinya tidak mungkin banyak berubah sejak itu.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.