Terima Notifikasi Berita Terkini. 👉 Join Telegram Channel.

Peru Tutup Situs Machu Picchu, Dampak Protes Anti-Pemerintah yang Masih Berlanjut

Penamapakan situs bersejarah Peru bernama Machi Picchu. (Sumber: Alessandro Cinque/Reuters)

ANDALPOST.COM – Negara Peru resmi menutup situs bersejarah Machu Picchu sebagai dampak protes anti-pemerintah yang masih berlanjut hingga kini, Sabtu (21/12/2023).

Tak hanya itu, sebelum memutuskan berkunjung ke negara tersebut, terdapat himbauan untuk memeriksa bagian ‘persyaratan masuk’ Peru.

Turis yang datang ke Peru harus mengetahui bahwa perjalanan ke beberapa bagian negara kemungkinan besar tidak dapat dilakukan. Hal ini berkaitan dengan masih adanya aksi protes yang terus terjadi.

Lebih lanjut, protes politik di berbagai bagian Peru, termasuk Cusco dan Lima memang masih terus berlanjut.

Hal ini kemudian membuat salah satu tempat wisata bersejarah Machu Picchu ditutup. Situs tersebut ditutup guna mengamankan para turis dari aksi protes anti-pemerintah.

“Penutupan jaringan jalur Inca dan benteng Machu Picchu telah diperintahkan karena situasi sosial dan untuk menjaga keselamatan pengunjung,” beber kementerian kebudayaan.

Penutupan situs bersejarah tersebut diumumkan usai gugurnya 45 pengunjuk rasa serta satu polisi dalam aksi protes brutal yang terjadi di Peru sejak bulan Desember 2022.

Diketahui bahwa aksi protes itu dilakukan dalam rangka menyerukan pengunduran diri presiden Peru yang baru dilantik, Dina Boluarte.

Bahkan, dalam beberapa hari terakhir, para pengunjuk rasa menentang deklarasi keadaan darurat dan justru turun ke jalanan.

Sementara itu, Uni Eropa (UE) mengutuk reaksi pemerintah terhadap kerusuhan melalui pernyataan bahwa polisi telah menggunakan kekuatan yang tidak proporsional terhadap pengunjuk rasa.

“Uni Eropa menyerukan kepada pemerintah dan semua aktor politik untuk mengambil langkah mendesak untuk memulihkan ketenangan dan memastikan dialog inklusif dengan partisipasi masyarakat sipil dan komunitas yang terkena dampak sebagai jalan keluar dari krisis,” beber pihak UE.

“Krisis sosial dan politik yang sedang berlangsung harus ditangani dengan penuh hormat terhadap tatanan konstitusional, supremasi hukum, dan hak asasi manusia,” sambungnya.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.