ANDALPOST.COM – Kontrakan atau tempat tinggal di bagian ibu kota Nigeria mengalami kenaikan harga. Alhasil, lonjakan ini membuat beberapa keluarga rela berpindah ke daerah kumuh Big Bola di Abuja.
Banyaknya keluarga yang berpindah menjadikan tempat kumuh ini padat penduduk, bahkan terdapat beberapa yang tidak kebagian tempat tinggal.
Melihat situasi begini, tuan rumah atau “boss” pemilik bangunan, rela mengusir keluarga-keluarga yang termiskin, salah satunya keluarga Raheem Yaro.
“Dia (penguasa daerah kumuh) bahkan tidak memberi saya cukup waktu untuk mencari alternatif sebelum pergi,” kata Yaro, dilansir oleh Context, Senin (28/11/2022).
“Dia baru saja datang kepada saya suatu sore, dan berkata saya harus pergi keesokan harinya,” tambah Yaro.
Inflasi Nigeria
Sementara itu, inflasi konsumen Nigeria naik untuk bulan kesembilan secara berturut-turut menjadi lebih dari 21 persen pada bulan Oktober lalu.
Alhasil, semakin menekan biaya perumahan di negara, di mana sekitar 80 persen populasi menghabiskan lebih dari setengah pendapatan mereka untuk sewa.
Diketahui, sebagian besar tuan tanah, meminta uang sewa satu tahun penuh di muka. Jelas, hal ini menambah beban yang sangat besar bagi orang Nigeria berpenghasilan rendah.
Di sisi lain, RUU yang ditujukan untuk mengubahnya, menjadi pembayaran bulanan di Wilayah Ibu Kota Federal, tempat Abuja berada, terhenti di Senat Nigeria.
Masalahnya sangat akut di Abuja, di mana ratusan ribu orang telah pindah setelah diusir dari kota dan desa asal mereka oleh pemberontakan Islam di wilayah timur laut.
Kepadatan Penduduk
Direncanakan memiliki populasi tidak lebih dari 3 juta orang, Abuja sekarang menjadi rumah bagi sekitar 3,6 juta orang Nigeria.
Lalu, sekitar 200.000 di antaranya, tinggal di daerah kumuh termasuk Big Bola, yang berarti Tempat Sampah Besar dalam bahasa Hausa.
Lebih dari 100 orang, telah dipaksa keluar dari daerah kumuh selama enam bulan terakhir karena mereka kekurangan uang. Sehingga, banyak orang mencari persewaan rumah dengan harga yang lebih miring.
Selain itu, kepadatan tersebut juga menyebabkan sanitasi yang seharusnya dapat diandalkan, justru kian memburuk.
“Anak-anak kami jatuh sakit setiap hari,” kata Ibrahim Galadima, yang sudah lima tahun tinggal di Big Bola.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.