ANDALPOST.COM – Parlemen Thailand yang baru terpilih membuka sesi pertamanya pada Senin, (3/7/2023).
Terhitung 50 hari usai pemilihan umum pada 14 Mei lalu.
Pembukaan sesi pertama tersebut bertujuan untuk mengatur proses pemilihan perdana menteri (PM) berikutnya.
Partai Mover Forward yang memenangkan jajak pendapat bekerja sama dengan Partai Pheu Thai populis.
Keduanya lantas membentuk koalisi bersama enam partai kecil guna membangun pemerintahan berikutnya.
Untuk menjadi PM, pemimpin Move Forward Pita Limjaroenrat membutuhkan setidaknya 376 suara di antara 500 perwakilan dan 250 senator.
Koalisinya memiliki 312 kursi dan Pita perlu mendapatkan dukungan dari 64 anggota parlemen lainnya untuk berhasil menjadi PM.
Sementara itu, semua mata tertuju pada pemilihan ketua DPR.
Lantaran, perebutan posisi yang kuat telah menciptakan keretakan publik antara dua partai besar.
Mereka telah terkunci dalam perebutan jabatan, dengan Move Forward menyebut Anggota Parlemennya Padipat Sun-ti-phada sebagai pemegang calon jabatan.
Sedangkan, Pheu Thai bersikeras bahwa ia harus mendapatkan peran sebagai ketua legislatif.
Meski menemui jalan buntu, Pita menegaskan bahwa kedelapan partai dalam koalisi itu tetap bersatu.
Laporan mengatakan kedua belah pihak berharap untuk melanjutkan pembicaraan guna mencapai kesepakatan menjelang pemungutan suara.
Peran DPR
Peran ketua DPR dianggap penting lantaran posisinya yang memiliki wewenang untuk menentukan agenda pembahasan undang-undang di parlemen, kata para analis.
“Pembicara memainkan peran yang sangat penting dalam mengatur agenda bisnis. DPR memiliki banyak kekuasaan atas apa yang masuk dalam agenda legislatif. Sehingga paham mengenai rancangan undang-undang yang akan dibahas dalam sesi parlemen,” kata Harrison Cheng, direktur perusahaan konsultan Control Risks.
Michael Montesano, associate senior fellow di ISEAS juga memberikan tanggapan serupa.
“Move Forward percaya bahwa untuk memajukan agenda legislatifnya yang sangat ambisius, figur partai perlu menjadi pembicara,” terang Montesano.
Partai Pita memiliki agenda kebijakan paling radikal dari partai mana pun yang bersaing dalam pemilu.
Mereka mengusulkan reformasi kepada militer dan mengubah pasal 112 KUHP Thailand, juga dikenal sebagai lese majeste.
Saat ini, undang-undang menjadikan pencemaran nama baik, menghina, atau mengancam raja sebagai kejahatan.
“Move Forward tahu kecuali mereka mengontrol peran ketua DPR, ada peluang yang sangat bagus karena pihak lain dalam posisi itu akan menurunkan prioritas beberapa reformasi yang diperdebatkan ini,” imbuhnya.
“Ini karena pihak lain ingin menjaga semacam perdamaian dengan militer, untuk meminimalkan risiko kudeta militer,” tegas dia.
Pheu Thai telah mendesak Move Forward untuk memikirkan kembali proposalnya yang ingin mengubah undang-undang guna mengurangi hukuman penjara atas pelanggaran terhadap monarki.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.