Sikap skeptis dari negara tetangganya yakni Armenia, menuduh Azerbaijan berusaha membersihkan wilayah tersebut secara etnis, namun hal ini dibantah oleh Baku.
“Mereka pada dasarnya mengatakan kepada kami bahwa kami harus pergi, tidak tinggal di sini, atau menerima bahwa ini adalah bagian dari Azerbaijan. Ini pada dasarnya adalah operasi pembersihan etnis,” Ruben Vardanyan, mantan pejabat tinggi di pemerintahan etnis Armenia di Karabakh.
Pejabat separatis Armenia lainnya mengatakan sedikitnya 200 orang tewas dalam pertempuran itu dan lebih dari 400 orang terluka.
Dia mengatakan 10 orang yang tewas adalah warga sipil, lima di antaranya adalah anak-anak.
PM Armenia di bawah tekanan
Hasilnya, kemenangan militer Azerbaijan yang jumlah pasukannya jauh melebihi kelompok separatis, dapat menyebabkan kekacauan politik di negara tetangga Armenia.
Pasalnya, beberapa kekuatan politik marah karena Yerevan tidak mampu berbuat lebih banyak untuk melindungi warga Armenia Karabakh.
Perdana Menteri (PM) Armenia Nikol Pashinyan sudah menghadapi seruan dari beberapa penentangnya untuk mengundurkan diri karena hal itu.
Ribuan pengunjuk rasa berkumpul di ibu kota Armenia pada Rabu malam untuk menuntut pemerintah berbuat lebih banyak untuk warga Armenia Karabakh.
Beberapa di antara mereka berteriak, “Nikol pengkhianat!”
Pihak lain marah karena Rusia yang memiliki pasukan penjaga perdamaian dan membantu menengahi kesepakatan gencatan senjata sebelumnya pada tahun 2020 setelah perang selama 44 hari, tidak mampu menghentikan Azerbaijan. (spm/fau)