Terima Notifikasi Berita Terkini. 👉 Join Telegram Channel.

Belajar dari Tragedi Itaewon, Apa yang Harus Dilakukan Saat Situasi Seperti Itu?

Tim penyelamat mengavakuasi korban perayaan Halloween di Itaewon, Sabtu (29/10/2022) (Foto: Kim Hong-ji/Reuters)

ANDALPOST.COM – Tragedi Itaewon (Korea Selatan) yang menewaskan ratusan korban jiwa pada Sabtu (29/10) seharusnya dapat dihindari atau bahkan melakukan pencegahan sejak awal. Salah satunya dengan lebih banyak kesadaran atas pengendalian massa. 

Seorang profesor di University of Suffolk Keith Still menjelaskan setiap gerakan kecil di tepi kerumunan padat di sepanjang gang selebar 4-meter itu dapat menyebabkan seluruh kerumunan panik bahkan runtuh.

“Sayangnya, dalam situasi seperti itu, ketika kerumunan orang berjatuhan, orang-orang kemudian mencoba untuk bangun, lengan dan kaki terpelintir,” kata Prof Still kepada Asia Tonight seperti dikutip dari CNA pada hari Minggu (30/10), sehari setelah kejadian.

Profesor Still menambahkan dibutuhkan sekitar 30 detik untuk memutus suplai darah ke otak. Sehingga menyebabkan orang kehilangan kesadaran, dan asfiksia terjadi dalam 4 hingga 6 menit.

“Kamu benar-benar mati lemas. Ini mengerikan dan lingkungan seperti ini adalah tipikal bagaimana situasi dapat mengakibatkan kematian masal,” kata Prof Still, yang memiliki lebih dari 30 tahun pengalaman dalam keselamatan kerumunan dan analisis risiko kerumunan, dilansir dari CNA.

Selalu Memperhatikan Jumlah Orang di Tempat Umum

Prof Still mengatakan di tempat-tempat umum, jumlah orang memang harus dipantau dan diatur.

“Jika terlalu ramai, Anda mencegah orang masuk ke ruang itu. Tetapi untuk itu, Anda perlu pengetahuan tentang bagaimana kepadatan kerumunan dan risiko kerumunan berkembang di lingkungan semacam ini. Tampaknya hanya kurangnya kesadaran, bahwa ini adalah konsekuensi dari terlalu banyak orang dan tidak cukup ruang,” beber Prof Still.

Profesor tersebut juga menambahkan guna mencegah insiden seperti itu terulang di masa mendatang perlu adanya pendidikan dan pelatihan.

“Selalu mengejutkan saya bahwa orang tidak tahu bahwa ada resiko, jadi pendidikan dan pelatihan adalah elemen pertama dan terpenting. Tetapi kemudian baru memahami bahwa setiap ruang terbatas memiliki kapasitas terbatas,” jelas Prof Still.

Orang-orang telah meninggalkan bunga di depan gang di Itaewon di mana orang meninggal dan terluka dalam kecelakaan Sabtu malam (Foto: Reuters)

Senada dengan Prof Still, Dr Milad Haghani dari University of New South Wales di Australia menggambarkan efek dari ratusan ribu orang dalam ruang terbatas membuat kerumunan bertindak seperti tubuh yang terus menerus “menyerupai cairan”.

Ketika kerumunan mencapai tingkat kepadatan kritis itu, tidak ada individu dalam kerumunan yang pada dasarnya bertanggung jawab atas tindakan mereka. Tidak ada orang yang dapat memutuskan ke mana harus pergi atau bagaimana harus bereaksi,” jelas Dr Milad Haghani.

“Dalam keadaan tertentu itu, setiap momen ketidakstabilan atau turbulensi di satu tempat di kerumunan dapat menyebar melalui kerumunan dan orang-orang tidak akan bisa menghentikannya,” imbuh Dr Milad.

Kerumunan Terjadi, Tidak Banyak yang Dapat Dilakukan

Dikutip dari CNA, Dr Milad juga mengungkapkan ketika itu terjadi sangat sedikit atau hampir tidak ada yang dapat dilakukan orang-orang tersebut. Ia mengatakan delapan hingga sembilan orang dapat dengan mudah masuk ke dalam 1-meter persegi.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.