ANDALPOST.COM – Benjamin Netanyahu (73) kembali menjabat sebagai perdana menteri (PM) pemerintahan sayap kanan Israel.
Parlemen Israel telah mengambil sumpah Netanyahu pada Kamis (29/12/2022), beberapa saat setelah parlemen Israel, atau Knesset, mengeluarkan mosi percaya pada pemerintahan barunya.
Dari 120 anggota parlemen, 63 suara mendukung pemerintahan baru, dengan 54 suara menentang.
Pengambilan sumpah Netanyahu menandai kembalinya kekuasaan serta kemunculan pemerintah yang memicu ketakutan di kalangan warga Palestina dan sayap kiri Israel.
Pembentukan pemerintahan baru Netanyahu diklaim sangat berbeda dari sebelumnya. Pemerintahan Netanyahu disebut koalisi ultra-ortodoks, ultra Yahudi, dan ultranasionalis.
Meski begitu, Benjamin Netanyahu berjanji akan menurunkan harga serta membantu orang Israel yang tengah menghadapi kesulitan ekonomi.
Pemerintah Sayap Kanan
Netanyahu sebelumnya menjadi PM antara 1996 dan 1999. Kemudian, berlanjut pada 2009 hingga 2021.
Netanyahu bersama dengan mitra koalisinya, memiliki suara mayoritas di parlemen Israel atau Knesset.
Saat berkampanye, dia mengatakan bakal mengakhiri konflik Arab-Israel, serta menghentikan program nuklir Iran dan membangun kapasitas militer Israel.
Kemenangan Netanyahu dalam pemilihan parlemen 1 November diperkirakan akan mengakhiri kerusuhan politik selama bertahun-tahun di Israel.
Sebelumnya, pemerintahan di Israel berulang kali jatuh, ditandai dengan diadakannya pemilihan sebanyak lima kali dalam kurun waktu kurang dari empat tahun.
Mayoritas karena hasil dari oposisi politik yang intens terhadap Netanyahu sendiri lantaran ia sempat dituding melakukan korupsi. Namun, dengan tegas Netanyahu membantah hal tersebut.
Butuh waktu berminggu-minggu untuk memperkenalkan undang-undang baru serta membuat mitra koalisi sayap kanan dan ultranasionalisnya bekerja sama.
Hasilnya adalah sebuah koalisi yang secara eksplisit menyebut ekspansi permukiman di Tepi Barat yang diduduki, ilegal menurut hukum internasional, sebagai prioritas utamanya.
Hal itu mencerminkan posisi para pemimpin sayap kanan yang telah diberi posisi teratas, seperti pemimpin Zionisme Religius Bezalel Smotrich, dan pemimpin Kekuatan Yahudi Itamar Ben-Gvir.
Di sisi lain, anggota Knesset sayap kiri Ofer Cassif menyebut Israel tengah menuju ke arah bahaya.
“Kedatangan pemerintah baru akan menandai Israel sebagai negara fasis yang lengkap. Masyarakat internasional harus menyadarinya dan menindaklanjutinya,” beber Cassif.
Susunan pemerintahan baru kemungkinan akan semakin mengobarkan hubungan dengan jutaan warga Palestina yang hidup di bawah jajahan Israel.
Liberal Israel juga menyatakan keberatan tentang pemerintahan baru, terutama sikapnya terhadap LGBTQ.
Jaminan dan Kekhawatiran
Meski penuh polemik, Netanyahu telah berusaha untuk melawan beberapa ketakutan itu.
“Kami akan membentuk pemerintahan yang stabil untuk jangka waktu penuh yang akan menjaga semua warga negara Israel,” terang Netanyahu.
Di sisi lain, ada satu undang-undang yang memungkinkan seorang menteri menjalani hukuman percobaan untuk menjabat, secara khusus dirancang guna memungkinkan ketua partai ultra-ortodoks Shas, Aryeh Deri, menjadi menteri.
Namun, sebagian besar ketakutan itu justru tertujut pada Smotrich dan Ben-Gvir. Pasalnya, mereka membentuk bagian dari gerakan ideologi Zionisme Religius Israel yang lebih luas.
Smotrich dan Ben-Gvir yang keduanya tinggal di pemukiman ilegal di Tepi Barat, akan menempati posisi senior di pemerintahan baru.
Smotrich akan menjadi menteri keuangan dan juga memiliki wewenang atas pemukiman, sementara Ben-Gvir bakal menjabat sebagai menteri keamanan nasional.
Alhasil, orang Palestina menganggap di bawah kepemimpinan keduanya akan muncul kebijakan yang jauh lebih keras terhadap mereka. Juga muncul kekhawatiran akan status quo Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur yang diduduki Israel.
(SPM/MIC)