Para petani seperti Kumar juga mengatakan, kenaikan harga pasar yang disebabkan oleh buruknya panen juga tidak memberikan keuntungan bagi mereka.
“Larangan ini akan berdampak buruk bagi kita semua. Kami tidak akan mendapatkan tarif yang lebih tinggi jika beras tidak diekspor,” kata Kumar.
“Banjir merupakan pukulan mematikan bagi kami para petani. Larangan ini akan menghabisi kita,” tuturnya.
Sementara negara-negara termasuk Singapura, Indonesia dan Filipina, telah meminta New Delhi untuk melanjutkan ekspor beras ke negara mereka, menurut laporan media lokal India.
Berdampak Terhadap Semua Orang
Pengumuman larangan ekspor yang mendadak memicu pembelian panik di Amerika Serikat (AS) menyebabkan harga beras melonjak mendekati level tertinggi dalam 12 tahun, menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB.
Hal ini tidak berlaku pada beras basmati yang merupakan varietas beras paling terkenal dan berkualitas tinggi di India. Namun beras putih non-basmati menyumbang sekitar 25 persen ekspor.
Diketahui, India bukanlah negara pertama yang melarang ekspor pangan guna memastikan pasokan yang cukup untuk konsumsi dalam negeri.
“Beras, gandum dan tanaman jagung merupakan makanan terbesar yang dikonsumsi oleh masyarakat miskin di seluruh dunia,” kata Arif Husain, Kepala Ekonom di Program Pangan Dunia PBB (WFP).
Disisi lain, Nepal mengalami lonjakan harga beras sejak India mengumumkan larangan tersebut, menurut laporan media lokal.
Lalu Thailand, eksportir beras terbesar kedua di dunia setelah India, juga mengalami lonjakan harga beras dalam negeri secara signifikan dalam beberapa pekan terakhir, menurut data dari Asosiasi Eksportir Beras Thailand. (spm/ads)