Perbedaan Aturan Iran
Polisi moralitas yang dulu kerap mengadakan patroli, awalnya mengeluarkan peringatan terlebih dahulu sebelum menindak. Baru itu, mereka menangkap wanita Iran yang berpakaian tidak sopan.
Mereka bekerja secara tim, yang biasanya terdiri dari pria berseragam hijau dan wanita yang mengenakan cadar hitam. Serta, dengan memakai pakaian menutupi kepala dan tubuh bagian atas.
Namun lambat laun, norma pakaian berubah, terlebih saat di bawah kepemimpiann presiden moderat Hassan Rouhani.
Presiden Rouhani, bukanlah seseorang yang mempermasalahkan ketika melihat wanita Iran yang mengenakan jeans ketat dengan jilbab longgar berwarna-warni.
Namun pada Juli tahun ini, kepemimpinan Rouhani digantikan oleh Raisi. Presiden Raisi sendiri, dikenal sangat “ultra-konservatif”, menyerukan mobilisasi bahwa semua lembaga negara wajib menegakkan hukum jilbab.
Akhirnya Polisi Moralitas
Raisi berpendapat, bahwa musuh terbesar Iran dan Islam ialah lunturnya nilai-nilai budaya serta peraturan berpakaian yang sopan.
Tetapi pada bulan September, Partai Persatuan Rakyat Islam Iran yang dikenal sebagai partai reformis utama negara. Menyerukan, agar peraturan mengenai jilbab dibatalkan.
Partai yang dibentuk oleh kerabat mantan presiden reformis Mohammad Khatami itu, menuntut pihak berwenang untuk menyiapkan elemen-elemen hukum. Tentunya, yang membuka jalan bagi pembatalan undang-undang wajib jilbab.
Mereka juga baru-baru ini mengungkapkan, bahwa polisi moralitas secara resmi akan dibubarkan.
“Secara resmi, [kami] mengumumkan bahwa kegiatan polisi moralitas telah berakhir,” terang partai tersebut.
(spm/mic)