Para ahli memperkirakan bahwa negara berpenduduk 1,4 miliar orang itu dapat menghadapi lebih dari satu juta kematian akibat COVID-19 tahun depan.
Mengizinkan masuknya vaksin BioNTech sekaligus menjadi upaya China untuk memperkuat hubungan dengan ekonomi terbesar UE setelah bertahun-tahun bersitegang.
Di sisi lain, saham BioNTech yang terdaftar di Frankfurt secara singkat melonjak karena berita pengiriman dan naik 1,9 persen pada 1456 GMT, sedangkan saham Pfizer naik 0,6 persen di New York.
Kasus COVID-19 di China
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengungkapkan keprihatinan atas lonjakan kasus COVID-19 di China.
Adhanom mengatakan WHO mendukung pemerintah untuk fokus melakukan vaksinasi kepada orang yang memiliki risiko tinggi terpapar virus corona
Seperti diketahui, China memiliki sembilan vaksin COVID-19 yang dikembangkan di dalam negeri. Namun, tidak ada pembaharuan untuk berfokus pada varian COVID-19 Omicron.
Alhasil, di awal pandemi BioNTech membuat kesepakatan dengan Shanghai Fosun Pharmaceutical dengan tujuan untuk memasok suntikan ke China. Kala itu, BioNTech mengatakan bahwa keputusan tergantung pada regulator China.
Kebijakan “nol-COVID” China serta penerapan “lockdown” yang ketat berdampak pada tingkat kematian serta infeksi minimal selama beberapa bulan terakhir, namun justru menyebabkan gangguan besar baik di dalam negeri maupun dalam rantai perdagangan dan pasokan global.
Lebih lanjut, Komisi Kesehatan Nasional China menjelaskan kematian akibat pneumonia dan gagal nafas pada pasien yang terkena virus yang diklasifikasikan sebagai kematian karena COVID-19.
(SPM/FAU)