ANDALPOST.COM – Lagi-lagi kesaksian Putri Candrawathi (PC) pada sidang lanjutan pembunuhan berencana Ferdy Sambo, Senin (12/12/2022) di PN Jakarta Selatan kembali diragukan.
Menurut pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel, ada kejanggalan dari keterangan PC.
Diketahui jika sidang yang digelar Senin kemarin menghadirkan PC untuk bersaksi atas kejadian kekerasan seksual di Rumah Dinas Magelang.
Sidang tersebut menghadirkan Kuat Maruf, Richards Eliezer dan Ricky Rizal.
Reza mengatakan jika harusnya sebagai seorang korban, terdapat tahap-tahap pemulihan dari trauma kekerasan seksual.
Biasanya akan dimulai dari korban yang perlahan-lahan mencoba untuk mencari rasa aman.
Biasanya korban akan lebih memilih berdiam diri dan menjauhi aktivitas sosial. Baru tahap selanjutnya korban akan akan mulai membangun kembali atau memulihkan ingatan akibat trauma.
Setelah tahap tersebut berhasil dilalui, korban akan mencoba berinteraksi kembali dengan pelaku.
Namun hal tidak wajar dialami Putri, yang mana istri Ferdy Sambo itu melewatkan tahapan pemulihan tersebut.
Atas dasar teori tersebut pakar psikologi forensik tersebut menemukan beberapa kejanggalan.
Kejanggalan pertama, ditemukan dari keterangan Ricky Rizal dalam kesaksiannya mengatakan jika PC langsung mencari keberadaan Brigadir J.
Padahal dikatakan jika peristiwa tersebut berlangsung setelah pemerkosaan yang dialami PC atas Brigadir J.
Fakta tersebut membuat Reza kaget, karena trauma yang dialami PC bisa sembuh hanya dalam hitungan menit.
“Secepat itukah PC bisa langsung pulih dan melompat ke fase ketiga?” tanya Reza dikutip dari Antara, Selasa (13/12/2022).
“Reconnecting to others itu adalah berinteraksi kembali dengan orang yang dia sebut telah menyakitinya secara seksual beberapa menit sebelumnya,” imbuh Reza.
Ia bahkan merasa jika apa yang dilakukan oleh Putri Candrawathi itu tak masuk akal.
“Masuk akal kah?” tanya Reza.
Kejanggalan kedua yang diungkapkan oleh ahli forensik pertama di Indonesia itu adalah terungkap fakta pertemuan PC dan Brigadir J di kamar dalam kurun waktu 15 menit.
Reza penasaran dengan obrolan yang dilakukan kedua di kamar itu. Menurutnya bisa saja dalam obrolan tersebut terjadi dominasi oleh satu pihak. Ini karena status keduanya berbeda layaknya pelayan dan majikan.
“Dalam obrolan yang diwarnai relasi kuasa semacam itu, didiktekanlah skenario untuk menutup-nutupi apa yang telah terjadi,” imbuh Reza.
“Skenario itu yang terwakili oleh perkataan Y (Brigadir J) saat dia dipanggil FS, ‘Kenapa, Pak? Ada apa, Pak?’” ucapnya.
Beberapa kejanggalan ini membuat Reza menyimpulkan jika kekerasan seksual yang dialami oleh PC itu hanya sebuah upaya menyelamatkan diri dari kemurkaan suaminya.
PC mencoba membawa narasi palsu jika kedekatan antara dirinya dengan Brigadir J didasari akan pemaksaan yang notabene dirinya sebagai korban.
Pasalnya jika obrolan keduanya di kamar tersebut dilaporkan oleh pelayan kepada FS kemungkinan besar PC ketakutan.
“Tragisnya, relabelling itu lantas ditelan bulat-bulat oleh FS. Pengalaman investigasinya selaku anggota Polri tak berfungsi. Relasi kuasa akhirnya makan korban, Y kehilangan nyawa,” kata Reza.
Terakhir Reza menambahkan jika narasi seputar pemerkosaan ini seolah dipaksakan, sehingga banyak sekali ditemukan kejanggalan dan justru membuat Brigadir J nampak semakin tidak bersalah.
Oleh karena itu saat ini, Reza berharap agar majelis hakim bisa mengungkap seadil-adilnya.
“Majelis hakim akan ungkap semua dan memutus dengan seadil-adilnya,” kata Reza.
(PAM/FAU)