Terima Notifikasi Berita Terkini. 👉 Join Telegram Channel.

Pentingnya Literasi Digital untuk Hindari Cyberbullying, Orang Tua Wajib Tahu!

Illustrasi pentingnya literasi digital kepada anak. (Sumber: pexel)

ANDALPOST.COM – Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda dan Olahraga (KPAPO) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Kemen PPN/Bappenas), Woro Srihastuti Sulistyaningrum, berbicara soal pentingnya literasi digital.

Menurutnya, literasi digital akan sangat efektif dalam mengurangi perundungan yang dialami anak-anak. Terutama dalam meminimalisir terjadinya cyberbullying.

Pasalnya, di era saat ini, perundungan terjadi tidak hanya ketika anak berada di lingkungan sosialnya saja.

Munculnya ruang media sosial yang sangat dekat dengan dunia anak seperti WA, Instagram, hingga game membuatnya semakin rentan terkena perundungan.

Biasanya, seringkali orang tua abai terhadap akses anak di gadget mereka dan cenderung berkesan membiarkan. Orang tua biasanya sulit untuk membedakan ranah privasi dan peran mengontrol.

Padahal, memeriksa akses media sosial anak sangatlah penting terutama bagi anak yang belum genap 17 tahun. Oleh karena itu, hal pertama yang harus dilakukan, menurut Woro, adalah fungsi orang tua dalam mengedukasi penggunaan gadget.

Di sisi lain, orang tua juga harus terbuka dengan setiap tren yang berkembang, khususnya yang sedang di ikuti oleh buah hati. Sehingga orang tua akan mudah beradaptasi dengan setiap pengetahuan baru.

“Upaya mendasar yang bisa dilakukan adalah memberikan pemahaman, pengetahuan, dan edukasi yang menyeluruh guna meningkatkan literasi digital masyarakat,” kata Woro di Jakarta, Kamis (15/12/2022).

Woro juga menambahkan bahwa orang tua juga harus tahu betul bahwasannya mengenalkan gadget bukan berarti memberikannya keleluasaan dari segi penggunaan.

Tidak melulu setiap anak usia dini sudah diberi tanggungjawab menggunakan gadget layaknya remaja atau orang dewasa. Usia 13-14 paling efektif untuk memberikan anak gadget di era pandemi seperti sekarang ini.

“Paling aman berada di usia 13 atau 14 tahun. Namun, kita harus ingat bahwa pada saat COVID-19, semua anak pegang gadget. Ini harus ada pengawasan dari orang tua. Orang tua harus tahu apa yang bisa dilakukan anak dengan gadget, website yang diakses, dan lainnya,” kata Woro.

Setelah mempelajari seluk beluk gadget baru, anak harus diberikan pemahaman soal seluk beluk yang akan dihadapi nanti, seperti komunikasi di media digital.

Pasalnya. di media sosial, setiap orang lebih bebas berkata kepada siapapun, karena tidak menerapkan budaya sopan kepada orang yang lebih tua.

Hal tersebut juga berlaku sebaliknya, sehingga ejekan akan semakin lebih akrab diterima. Maka dari itu disini peran masyarakat yang melek akan literasi digital sangat dibutuhkan.

Khusunya dalam mengidentifikasi kerentanan dari kekerasan yang akan dialami anak usia dini di dunia maya. Disini peran masyarakay adalah secara masif untuk memfilter setiap tindakan yang berpotensi kepada cyberbullying.

Sementara itu, pemerintah harus mulai berperan aktif dengan membuat regulasi yang sesuai dan efektif. Jika setiap lini berjalan baik, maka akan tercipta ekosistem yang sehat.

“Kita juga perlu menguatkan dari sisi masyarakat untuk bisa mengidentifikasi kalau muncul kerentanan dari kekerasan. Masyarakat tidak boleh abai dan cuek. Sementara, pemerintah nanti akan bicara soal regulasi dan lainnya untuk memperkuat (pencegahan kekerasan terhadap anak),” ungkapnya.

(PAM/MIC)