ANDALPOST.COM – Perdana Menteri (PM) Pakistan Shehbaz Sharif mengaku menyesal atas pemadaman listrik yang dialami warga Pakistan. Ia menulis penyesalan tersebut melalui akun Twitter pribadinya pada Selasa (24/1/2023).
Shehbaz mengungkapkan bahwa pemerintah saat ini tengah melakukan penyelidikan lebih lanjut mengenai penyebab padamnya listrik di Pakistan tersebut.
“Atas nama pemerintah, saya ingin menyampaikan penyesalan yang tulus atas ketidaknyamanan yang dialami warga akibat pemadaman listrik kemarin. Atas perintah saya, penyelidikan sedang dilakukan untuk menentukan alasan kegagalan daya. Tanggung jawab akan diperbaiki,” tulis sang PM Pakistan melalui akun Twitternya.
Jaringan listrik nasional Pakistan telah mengalami kendala yang menybabkan sebagian besar dari 220 juta orang di negara itu tanpa listrik. Kerugian industri bahkan terjadi hingga senilai puluhan juta dolar.
Pemadaman listrik itu terjadi sekitar pukul 07.30 pada Selasa (24/1/2023) waktu Pakistan. Kejadian tersebut diklaim sebagai kegagalan terkait langkah pemotongan biaya lantaran Pakistan tengah bergulat dengan krisis Ekonomi.
Menteri Energi Khurram Dastgir Khan menuturkan bahwa perbaikan jaringan dilakukan sekitar pukul 05.15 pagi waktu setempat, namun tetap berdampak karena pembangkit listrik tenaga batu bara dan nuklir dihidupkan kembali.
“Ada kebutuhan untuk berinvestasi di sektor energi, terutama untuk memperbaiki sistem distribusi yang telah lama terbengkalai,” ujar Khurram Dastgir.
Sementara itu, warga Pakistan baru saja dapat kembali menikmati arus listrik hanya dalam waktu semalam. Listrik tersebut kembali ke pusat-pusat perkotaan, termasuk kota Karachi dan Lahore dalam semalam.
Dampak Buruk Pemadaman Listrik adalah Kerugian 1 Triliun
Sekretaris Jenderal All Pakistan Textile Mills Association, Shahid Sattar, memperkirakan dampak buruk dari pemadaman listrik tersebut yakni kerugian senilai Rp1 triliun untuk sektor industri.
Diketahui, perusahaan itu merupakan pendongkrak andal bagi cadangan devisa Pakistan. Lantaran pemadaman listrik itu pula, sekitar 90 persen pabrik ditutup.
“Setiap kali terjadi pemadaman listrik, pabrik harus dimulai kembali dari awal, yang menghabiskan banyak waktu dan sumber daya,” ungkapnya.
“Kami tidak dapat mengambil dari tempat kami berhenti. Semua benang yang sedang diwarnai dan dirawat, dan lain-lain, tidak dapat digunakan lagi. Jadi kami menghadapi kerugian besar,” terang Shahid Sattar.
Sebelum insiden itu, perekonomin Pakistan memang tengah menghadapi masa sulit, termasuk inflasi merajalela, nilai tukar rupee jatuh, serta cadangan devisa sangat rendah.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.