ANDALPOST.COM – Pertumbuhan ekonomi Singapura diperkirakan bakal melambat tahun depan karena melemahnya permintaan global akan membebani sektor-sektor yang didorong oleh kegiatan ekspor. Hal ini diungkap oleh Kementerian Perindustrian (MTI), Rabu (23/11/2022).
Ekonomi Singapura diperkirakan akan tumbuh sebesar 0,5 persen hingga 2,5 persen pada tahun 2023, terang MTI dalam perkiraan pertamanya untuk tahun baru.
Tak hanya itu, Kementerian juga mempersempit proyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) untuk tahun ini.
Singapura dapat mencapai pertumbuhan PDB sekitar 3,5 persen, dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya sebesar 3 persen hingga 4 persen. Prediksi tersebut merupakan penurunan yang mencolok dari pertumbuhan 7,6 persen yang dicapai pada tahun 2021 lalu.
Namun, tidak mengherankan karena sebagian besar analis telah menurunkan proyeksi mereka sendiri di tengah kekhawatiran resesi di Eropa dan Amerika Serikat dengan prospek pertumbuhan lamban yang terus berlanjut di China.
“Pertumbuhan sektor-sektor yang berorientasi ke luar di Singapura diperkirakan akan melemah seiring dengan memburuknya kondisi permintaan eksternal,” kata MTI, dilansir oleh The Straits Time.
Hal itu juga dibarengi dengan melemahnya prospek permintaan global.
Secara terpisah, Enterprise Singapore mengatakan bahwa total perdagangan barang dagangan dan ekspor domestik non-minyak (Nodx) akan menyusut sebesar 2 persen atau bahkan tidak ada pertumbuhan pada tahun depan. Padahal, di tahun ini, Nodx diperkirakan tumbuh sekitar 6 persen.
Lebih lanjut, MTI menunjukkan prospek ekonomi zona euro yang lebih lemah di tengah krisis energi akibat perang Rusia-Ukraina.
Sementara itu, China terus bergulat dengan wabah Covid-19 yang berulang dan penurunan pasar properti.
Tak hanya itu, di Amerika Serikat (AS) pertumbuhan PDB diproyeksikan melambat secara signifikan karena kenaikan inflasi dan kenaikan suku bunga membebani konsumsi swasta.
Mr Gabriel Lim, Sekretaris Tetap untuk Perdagangan dan Industri, mengatakan belum ada kepastian yang signifikan dan risiko penurunan ekonomi global.
Banyaknya negara maju menaikkan suku bunga secara bersamaan untuk memerangi inflasi tinggi, dampak pengetatan kondisi keuangan terhadap pertumbuhan global bisa lebih besar dari yang diperkirakan.
Ia mengatakan peningkatan lebih lanjut dalam perang di Ukraina dan ketegangan geopolitik di antara kekuatan global utama juga dapat memperburuk gangguan pasokan, mengurangi kepercayaan konsumen dan bisnis, serta semakin membebani perdagangan global.
Tetapi, dibantu dengan pencabutan pembatasan perjalanan, prospek sektor terkait penerbangan dan pariwisata Singapura seperti transportasi udara, akomodasi dan seni, hiburan serta rekreasi tetap memberi dampak positif.
Namun kinerja industri jasa dalam negeri kemungkinan akan dibayangi oleh melemahnya prospek sektor berorientasi ekspor.
Misalnya, segmen semikonduktor dari klaster elektronik diperkirakan akan terpengaruh secara negatif oleh turunnya permintaan global untuk semikonduktor.
Sementara itu, segmen permesinan dan sistem dari kelompok teknik presisi diproyeksikan akan terbebani oleh pengurangan belanja modal oleh produsen semikonduktor di tengah lemahnya permintaan.
Pada saat yang sama, pertumbuhan perdagangan grosir, transportasi air, keuangan dan sektor asuransi diperkirakan akan tertahan oleh perlambatan ekonomi eksternal utama.
Menjawab pertanyaan tentang dampak pertumbuhan yang lebih lambat di pasar tenaga kerja, Kenny Tan, direktur divisi perencanaan tenaga kerja dan divisi kebijakan di Kementerian Tenaga Kerja, mengatakan: “Kami mengharapkan beberapa moderasi, terutama di beberapa sektor yang akan lebih terpengaruh.”
Namun dia menambahkan pasar kerja masih cukup kuat dengan banyak vaksin yang belum terisi dan pekerjaan non-residen masih terus bertambah.
Kendati begitu, pemerintah sangat jelas dan konsisten dengan komitmennya untuk memastikan bahwa pekerjaan dilindungi dan warga Singapura diurus.
“Kami waspada jika pasar melemah dan kami siaga jika kami perlu melakukan sesuatu untuk mendukung pekerja Singapura jika ekonomi semakin melemah,” imbuh Tan.
Sementara itu, keputusan untuk menurunkan perkiraan setahun penuh 2022 datang setelah ekonomi tumbuh pada kuartal ketiga sebesar 4,1 persen secara tahun-ke-tahun, kurang dari pertumbuhan 4,5 persen pada kuartal sebelumnya.
Pada basis penyesuaian musim kuartal-ke-kuartal, ekonomi tumbuh sebesar 1,1 persen, membalikkan kontraksi 0,1 persen pada kuartal kedua.
Sektor manufaktur berkembang dengan laju yang lebih lambat sebesar 0,8 persen tahun ke tahun, dibandingkan dengan pertumbuhan 5,6 persen pada kuartal sebelumnya.
Sektor informasi dan komunikasi meningkat sebesar 6,2 persen, melambat dari pertumbuhan 9,8 persen pada kuartal sebelumnya.
Namun, sektor konstruksi tumbuh sebesar 7,8 persen, meningkat dari pertumbuhan 4,8 persen pada kuartal sebelumnya, karena hasil konstruksi sektor publik dan swasta meningkat.
Sektor perdagangan grosir berkembang sebesar 5,4 persen tahun ke tahun, lebih cepat dan andal dari pertumbuhan 1,6 persen pada kuartal sebelumnya.
Namun, MTI mengatakan bahwa untuk sisa tahun ini, prospek ekonomi eksternal yang lebih lemah akan membebani pertumbuhan sektor-sektor yang berorientasi keluar, termasuk klaster elektronik dan kimia.
Di sisi lain, pemulihan yang kuat dalam perjalanan udara dan kedatangan pengunjung internasional diperkirakan akan terus menguntungkan sektor yang terkait dengan penerbangan dan pariwisata seperti transportasi udara dan seni, hiburan dan rekreasi, serta sektor yang berhubungan dengan konsumen seperti makanan dan minuman.
Pencabutan pembatasan perjalanan di Singapura dan kawasan tersebut juga telah mendorong pemulihan sektor jasa profesional.
Sebagian besar analis telah menurunkan prediksi pertumbuhan PDB menjadi di bawah 3 persen setelah Otoritas Moneter Singapura bulan lalu mengatakan bahwa laju pertumbuhan mungkin berada di bawah tren historis.
DBS Bank baru-baru ini merevisi perkiraan pertumbuhan PDB 2023 Singapura menjadi 2,2 persen, turun dari 3 persen sebelumnya.
Edward Lee, kepala ekonom Standard Chartered Bank untuk Asean dan Asia Selatan, mengatakan bahwa ekonomi akan tumbuh pada kecepatan di bawah tren menyiratkan pertumbuhan sekitar 2 persen hingga 2,5 persen.
(SPM/FAU)