ANDALPOST.COM – Warga Haiti hidup dalam gelombang kekerasan yang mengkhawatirkan dengan jumlah insiden kriminal meningkat dua kali lipat sejak tahun lalu.
Hal ini diungkap oleh kepala Kantor Terpadu PBB di Haiti (BINUH), Rabu (26/4/2023).
Berbicara kepada Dewan Keamanan PBB, kepala BINUH Maria Isabel Salvador mengatakan 1.674 kasus pembunuhan, pemerkosaan, penculikan dan hukuman gantung. Dilaporkan pada kuartal pertama tahun 2023.
Jumlah tersebut naik dari 692 kejadian serupa pada periode yang sama pada tahun lalu.
Data tersebut dikumpulkan oleh BINUH dan Polisi Nasional Haiti (HNP).
“Kekerasan geng meningkat dengan kecepatan yang mengkhawatirkan di daerah-daerah yang sebelumnya dianggap relatif aman di Port-au-Prince dan di luar ibu kota.”
“Kekerasan yang mengerikan di daerah yang dipenuhi geng, termasuk kekerasan seksual, khususnya terhadap perempuan dan anak perempuan. Merupakan simbol dari teror yang menimpa sebagian besar penduduk Haiti,” ungkap Maria.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menunjuk Salvador untuk memimpin BINUH dan bertindak sebagai perwakilan khususnya bagi Haiti pada awal Maret 2023.
Krisis Politik
Lantaran negara Karibia tersebut tetap terlibat dalam krisis politik dan menghadapi kekerasan yang kian meningkat.
Kekerasan geng telah meningkat, terutama setelah pembunuhan Presiden Jovenel Moise pada Juli 2021 lalu.
Insiden itu juga menciptakan kekosongan kekuasaan.
Sistem pemerintahan negara yang hampir tidak ada telah membuat serangan semakin tak terbendung.
Pemimpin de facto Haiti, Perdana Menteri Ariel Henry, yang dipilih Moise untuk mengisi jabatan tersebut justru menghadapi krisis legitimasi.
Sehingga langkah untuk memetakan transisi politik untuk Haiti juga gagal.
Kekerasan itu pun telah menghambat akses ke fasilitas kesehatan, memaksa penutupan sekolah dan klinik, dan memperburuk kerawanan pangan.
Padahal, kondisi pangan di Haiti sangat parah, terlebih bagi penduduk di daerah yang dikuasai geng dari persediaan kritis.
Pada hari Minggu (23/4/2023), koordinator kemanusiaan PBB di Haiti, Ulrika Richardson. Mengatakan pertempuran antara geng yang bersaing di lingkungan Port-au-Prince di Cite Soleil telah menyebabkan hampir 70 orang tewas antara 14 dan 19 April.
“Penduduk merasa terkepung. Mereka tidak bisa lagi meninggalkan rumah karena takut akan kekerasan senjata dan teror geng,” kata Richardson.
Dalam pekan ini, penduduk Port-au-Prince menghukum mati anggota geng yang dicurigai dan membakar tubuh mereka di bagian lain ibu kota.
Gambar yang beredar memperlihatkan kerumunan orang berdiri di dekat tumpukan sisa-sisa manusia yang terbakar di jalan.
Dalam pernyataan singkat yang dibagikan di Facebook pada hari Senin (24/4/2023), Polisi Nasional Haiti mengatakan petugas telah menyita senjata dari orang-orang tersebut.
Diketahui, mereka yang memiliki senjata sengaja kabur menggunakan minibus.
“Selain itu, lebih dari selusin orang yang bepergian dengan kendaraan ini sayangnya digantung oleh anggota masyarakat,” kata kepolisian.
HNP Kekurangan Staf
Pada hari Rabu, Salvador mengatakan HNP sangat kekurangan staf dan tidak siap untuk mengatasi kekerasan, kematian, pemecatan, dan peningkatan pengunduran diri para petugas. Sehingga, hal tersebut kian memperburuk keadaan.
“Kebutuhan akan dukungan internasional yang mendesak kepada polisi untuk mengatasi situasi keamanan yang memburuk dengan cepat tidak dapat ditekankan secara berlebihan,” sambungnya.
Pada Oktober 2022, kepolisian meminta komunitas internasional untuk membantu membentuk pasukan bersenjata khusus guna meredam kekerasan di Haiti.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.