Di sisi lain, Rusia justru meminta Ukraina harus menerima kehilangan Krimea dan empat wilayah lain di selatan serta timur negara tersebut.
Menurut pembacaan pertemuan dari penyiar negara China CCTV, Xi Jinping menyerukan diakhirinya perang. Namun, Xi memang tidak menyebut negara Rusia dalam pernyataan itu.
“Kami berharap semua pihak terkait akan membangun arsitektur keamanan Eropa yang seimbang, efektif, dan berkelanjutan melalui dialog dan konsultasi,” kata Xi sebagaimana dikutip CCTV.
Disusul pada Jumat (31/3), diplomat top Uni Eropa, Josep Borrell mengungkapkan, China tidak dapat menjadi mediator dalam perang di Ukraina karena terlalu condong ke Rusia.
Namun, China tetap dapat menjadi fasilitator guna mencapai kesepakatan damai antara Rusia dan Ukraina.
“China tidak membedakan antara agresor dan korban agresi,” kata Borrell.
“China tidak menyerukan penarikan pasukan Rusia dari Ukraina,” tambah dia.
Tetapi China harus menggunakan pengaruhnya atas Rusia untuk menekan perdamaian di Ukraina,” ujar Borrell.
Hubungan Xi Jinping dan Zelensky
Terlepas dari hal itu, Spanyol sebagai anggota NATO yang memiliki kebijakan luar negeri dan keamanannya terkait erat dengan Amerika Serikat (AS), ialah sekutu setia Ukraina.
Pada bulan Juli 2022, Spanyol mengambil alih jabatan presiden bergilir Dewan Uni Eropa yang mengelompokkan 27 pemerintah nasional blok tersebut.
PM Spanyol menjelaskan, ia setuju dengan pandangan Presiden Komisi Uni Eropa Ursula von der Leyen bahwa hubungan antara Uni Eropa dan China cukup kompleks. Sehingga, perlunya hubungan timbal balik antara mereka.
Hubungan antara Xi Jinping dan Zelensky yang kurang terjalin sejak perang pun membuat para pemimpin UE khawatir.
Padahal, hubungan Xi dan Putin sangat erat. Bahkan kedua pejabat tersebut terlihat layaknya sahabat. (spm/ads)